Ulumul Quran

Terjemah Kitab Mabahits Fi Ulumil Qur’an Karya Manna Al Qattan

Terjemahan Kitab Kuning | Terjemah Kitab Mabahits Fi Ulumil Qur’an Karya Manna Al Qattan

Terjemah Kitab Mabahits Fi Ulumil Qur'an Karya Manna Al Qattan
Daftar Isi
show

ILMU-ILMU QUR’AN

Pengertian, Pertumbuhan dan Perkembangannya

Al-Qur’anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu. diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad s.a.w. untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah s.a.w. menyampaikan Qur’an itu kepada para sahabatnya orang-orang Arab asli sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka. Apabila mereka mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka menanyakannya kepada Rasulullah s.a.w.

Bukhari dan Muslim serta yang lain meriwayatkan, dari Ibn Mas‘ud, dengan mengatakan:

“Ketika ayat ini diturunkan ‘Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman’ (An‘am [6]:82), banyak orang yang merasa resah. Lalu mereka bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: ’Ya Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak berbuat kezaliman terhadap dirinya?’ Nabi menjawab: ’Kezaliman di sini bukan seperti yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah mendengar apa yang telah dikatakan oleh seorang hamba Allah yang saleh Sesungguhnya kemusyrikan adalah benar-benar kezaliman yang besar (Luqman [31]:13). Jadi yang dimaksud dengan kezaliman. di sini ialah kemusyrikan.’”

Rasulullah s.a.w. menafsirkan kepada mereka beberapa ayat. Seperti dinyatakan oleh Muslim dan yang lain, yang bersumber dari ‘Uqbah bin ‘Amir; ia berkata:

”Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w. berkata di atas mimbar: ‘Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal [8]:60). Ingatlah bahwa kekuatan di sini adalah memanah.”

Para sahabat sangat antusias untuk menerima Qur’an dari Rasulullah s.a.w., menghafalnya dan memahaminya. Hal itu merupakan suatu kehormatan bagi mereka. Dikatakan oleh Anas r.a.: “Seseorang di antara kami bila telah membaca Surah Baqarah dan Ali ‘Imran, orang itu menjadi besar menurut pandangan kami.” Begitu pula mereka selalu berusaha mengamalkan Qur’an dan memahami hukum-hukumnya.

Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-Sulami, ia mengatakan:

Mereka yang membacakan Qur’an kepada kami, seperti Usman bin ‘Affan dan Abdullah bin Mas‘ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi s.a.w. sepuluh ayat, mereka tidak melanjutkannya sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di dalamnya. Mereka berkata: “Kami mempelajari Qur’an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.”,

Rasulullah s.a.w. tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan tercampur dengan yang lain.

Muslim meriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri, bahwa Rasulullah s.a.w. berkata: Janganlah kamu tulis dari aku; barangsiapa menuliskan dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka.”

Sekalipun sesudah itu Rasulullah s.a.w. mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadis, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah s.a.w., di masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.

Kemudian datang masa kekhalifahan Usman ra.’ dan keadaan menghendaki seperti yang akan kami jelaskan nanti untuk menyatukan kaum Muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut: Mushaf Imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa provinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rasmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.

Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah-kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I‘rabil Qur’an.

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda di antara mereka, sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah s.a.w. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi‘in.

Di antara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas‘ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka‘b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al-Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.

Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas‘ud dan Ubai bin Ka‘b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna; tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi‘in, di antara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat di samping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.

Di antara murid-murid Ibn Abbas di Mekah yang terkenal ialah Sa‘id bin Jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ata’ bin Abi Rabah.

Dan terkenal pula di antara murid-murid Ubai bin Ka‘b di Medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka‘b al-Qurazi.

Dari murid-murid Abdullah bin Mas‘ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya‘bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di‘amah as-Sadusi.

Ibn Taimiyah berkata: “Adapun mengenai ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Até’ bin Abi Rabah, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat-sahabat Ibn Abbas lainnya seperti Tawus, Abusy Sya‘sa’, Sa‘id bin Jubair dan lain-lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat-sahabat Ibn Mas‘ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir di antaranya adalah Zubair bin Aslam; Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb, mereka berguru kepadanya.

Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Qaribil Qur’an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmul Makki wal Madani dan Ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.

Pada abad kedua Hijri tiba masa pembukuan (tadwin) yang dimulai dengan pembukuan hadis dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w., dari para sahabat atau dari para tabi‘in.

Di antara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun asSulami (wafat 117 H.), Syu‘bah bin Hajjaj (wafat 160 H.), Waki‘ bin Jarrah (wafat 197 H.), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198 H.) dan ‘Abdurrazzaq bin Hammam (wafat 112 H.).

Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.

Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal di antara mereka ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310 H.).

Demikianlah, tafsir pada mulanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat; kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’siir (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).

Di samping ilmu tafsir lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.

Ali bin al-Madini (wafat 234 H.), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun nuzul. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224 H.) menulis tentang Nasikh-Mansukh dan qira‘at.

Ibn Qutaibah (wafat 276 H.) menyusun tentang problematika Qur’an (Musykilatul Qur’an).

Mereka semua termasuk ulama abad ketiga Hijri.

Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H.) menyusun al-Hawi fa ‘Ulumil Qur’an.

Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 751 H.) juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.

Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330 H.) menyusun Garibul Qur’an.

Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388 H.) menyusun al Istigna’ fi ‘Ulumil Qur’an.

Mereka ini adalah ulama-ulama abad keempat Hijri.

Kemudian kegiatan karang-mengarang dalam hal ilmu-ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu.

Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403 H.) menyusun i‘jazul Qur’an, dan Ali bin Ibrahim bin Sa‘id al-Hufi (wafat 430 H.) menulis mengenai I‘rabul Qur’an. Al-Mawardi (wafat 450 H.) mengenai tamsil tamsil dalam Qur’an (Amsalul Qur’an). Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660 H.) tentang majaz dalam Qur’an. ‘Alamuddin as-Sakhawi (wafat 643 H.) menulis mengenai ilmu qira’at [cara membaca Qur’an], dan Aqsamul Qur’an. Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.

Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqini menyebutkan di dalam kitabnya Manhilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an bahwa ia telah menemukan di dalam Perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa‘id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid. Dari ketiga puluh jilid itu terdapat lima belas jilid yang tidak tersusun dan tidak berurutan. Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib Mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebutkan dalam ayat, dengan menuliskan al-Qaul fi Qaulihi ‘Azza wa Jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘azza wa jalla), lalu disebutnya ayat itu. Kemudian di bawah judul ini dicantumkan al-Qaul fil I‘rab (pendapat mengenai morfologi). Di bagian ini ia membicarakan ayat itu dari segi nahwu dan bahasa. Selanjutnya al-Qaul fil Ma‘nad wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirannya); di sini ia jelaskan ayat itu berdasarkan riwayat (hadis) dan penalaran. Setelah itu al-Qaul fil Waqfi wat Tamam (pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak); di sini ia menjelaskan mengenal wagqf (berhenti) yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Terkadang qira’at diletakkan dalam judul tersendiri, yang disebutnya dengan al-Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qiraat). Kadang ia berbicara tentang hukum-hukum yang diambil dari ayat ketika ayat itu dibacakan.

Dengan metode seperti ini, al-Hufi dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an, ilmu-ilmu Qur’an, meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebutkan tadi. la wafat pada tahun 330 Hyyri.

Kemudian Ibnul Jauzi (wafat 597 H.) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul Fundinul Afnadn fi ‘Aja’ibi ‘Ulamil Qur’an.

Lalu tampil Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H.) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhén fi ‘Ulumil Qur’an Jalaluddin al-Balqini (wafat 824 H.) memberikan beberapa tambahan atas al-Burhan di dalam kitabnya Mawaqi‘ul ‘Ulum min Mawaqi‘in Nujim. Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911 H.) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal al-Itqan fi ‘Ulimil Qur’an.

Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran Islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti kitab i‘jazul Qur’an yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi‘i, kitab at-Taswirul Fanni fil Qur’an dan Masyéhidul Qiyamah fil Qur’an oleh Sayid Qutb, Tarjamatul Qur’an oleh Syaikh Muhammad Mustafa al-Maragi yang salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibbuddin al-Khatib, Mas’alatu Tarjamatil Qur’an oleh Mustafa Sabri, an-Naba’ul ‘Azim oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz dan mukaddimah tafsir Mahdsinut Ta’wil oleh Jamaluddin al-Qasimi.

Syaikh Tahir al-Jaza’iri menyusun sebuah kitab dengan judul at Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an. Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah menulis pula Manhajul Furqan fi ‘Ulumil Qur’an; yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk Fakultas Usuluddin di Mesir dengan spesialisasi dakwah dan bimbingan masyarakat. Kemudian hal itu juga diikuti oleh muridnya, Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani yang menyusun Mandhilul ‘Irfan ft ‘Ulimil Qur’dGn. Kemudian Syaikh Ahmad ‘Ali menulis Muzakkirat ‘Ulumil Qur’an yang disampaikan kepada para mahasiswanya di Fakultas Usuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.

Akhirnya muncul Mabdhisu fi ‘Ulumil Qur’an oleh Dr. Subhi as Salih. Juga Ustaz Ahmad Muhammad Jamal menulis beberapa studi sekitar masalah “Ma’idah” dalam Qur’an.

Pembahasan-pembahasan tersebut. dikenal dengan sebutan ‘Ulimul Qur’an, dan kata ini kini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.

Kata ‘ulum jamak dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti al-fahmu wal idrak (’paham dan menguasai’). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. ,

Jadi; yang dimaksud dengan ‘Ulimul Qur’an ialah ilmu yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbabun nuzal, ’sebab-sebab turunnya Qur’an”, pengumpulan dan penertiban Qur’an, pengetahuan tentang Surah-surah Mekah dan Medinah, an-nasikh wal mansikh, al-muhkam wal mutasydbih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu int dinamakan juga Ushulut Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker