Ulumul Quran

Terjemahan Kitab Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul

Terjemahan Kitab Kuning | Terjemahan Kitab Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul

Terjemahan Kitab Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul

MUQADDIMAH

Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan bagi tiap sesuatu sebab-musababnya dan menurunkan kepada hamba-Nya sebuah Kitab yang amat mengagumkan kita, yang memuat hikmah dari segala masalah dan berita.

Salawat dan salam semoga terlimpah atas penghulu kita Nabi Muhammad SAW. makhluk yang paling mulia, baik di kalangan Arab mau: pun ‘Ajam, dan paling tinggi kedudukan maupun keturunannya, begitupun atas keluarga dan sahabat-sahabatnya, yang pada umumnya adalah pemimpin-pemimpin yang utama.

Kitab ini saya namai “Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul” (saripati tulisan mengenai sebab-sebab turunnya ayat Al -Qur’an) yang saya ringkaskan dari buku Jawamiul Hadisi wal usul dan saya kutip dari tafsir para ahli, dengan memohon kepada Allah SWT. agar dijadikan-Nya berfaedah dan bermanfaat, sesungguhnya Ia semulia-mulia tempat memohon dan satu-satunya yang mampu untuk mengabulkan!

PENDAHULUAN

Mengetahui asbabun nuzul ini banyak manfaatnya. Salahlah kalau ada orang yang mengatakan bahwa ilmu ini tiada gunanya, karena terjadinya sesuai dengan perjalanan sejarah. Di antara faedah-faedahnya itu ialah untuk mengetahui makna atau artinya serta melenyapkan kemusykilan. Al-Wahidi mengatakan bahwa tidak mungkin mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengenali kisah dan sebab-sebab turunnya, sementara menurut Ibnu Dagigil’id, Asbabun nuzul ini merupakan jalan yang ampuh untuk memahami makna-makna Al-Qur’an. Ibnu Taimiyah mengatakan pula bahwa mengetahui asbabun nuzul memberikan penjelasan untuk memahami ayat, karena mengetahui sebab akan mempermudah kita untuk mengetahui musabab. Tidak jarang kejadian, suatu golongan salaf menemui kesulitan dalam memahami ayat-ayat sampai mereka berhasil menemukan sebab-sebab turunnya, maka di waktu itu hilanglah kesulitan-kesulitan tersebut. Contoh-contoh demikian telah dipaparkan pada pasal ketujuh dari kitab Itgan ft Ulumil Quran, dan saya sebutkan pula faedah-faedah lainnya berupa pembahasan dan penyelidikan yang tidak dapat dimuat dalam kitab seperti ini.

Kata Al-Wahidi: “Tidak boleh menyebutkan asbabun nuzul dari AlQuran kecuali dengan adanya riwayat dan pendengaran dari orang yang menyaksikan turunnya ayat serta menyelami sebab musabab dan menyelidiki ilmunya.”

Kata Muhammad bin Sirin: Saya pernah menanyakan kepada Abu Ubaidah tentang suatu ayat Al-Qur’an, jawabnya: “Takutlah Anda kepada Allah dan hendaklah selalu mengucapkan kebenaran! Orang-orang yang mengetahui mengenai apa yang diturunkan ayat Al-Qur’an telah berlalu.”

Kata yang lain: Mengetahui asbabun nuzul ini suatu hal yang dapat diCapai oleh sahabat dengan adanya garinah-garinah atau petunjuk-petunjuk yang penuh dengan kasus. Adakalanya sebagian mereka tidak dapat memastikannya, maka dikatakannyalah: “Saya kira ayat ini turun tentang hal ini”, seperti yang dikatakan oleh Zubair mengenai ayat “tidak-demi Tuhanmu, mereka tidak beriman ……. sampai dengan akhir ayat”. (Surat An-Nisa ayat 65)

Berkata Hakim mengenai ilmu-ilmu hadis, jika seorang sahabat menyakSikan wahyu dan turunnya suatu ayat Al-Quran menyampaikan bahwa ayat itu diturunkan mengenai “masalah ini”, maka hadis itu dianggap sebagai musnad. Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnus Salah. Mereka mengemukakan contoh seperti yang dikeluarkan oleh Muslim, dari Jabir, katanya: “Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan hubungan kelamin dengan istrinya dari pinggulnya, maka anaknya akan menjadi juling”. Maka Allah pun menurunkan: “Istrimu itu menjadi tempat persemaian bagimu … sampai dengan akhir ayat.” (Surat Al-Baqarah ayat 223) Kata Ibnu Taimiyah: Kata mereka bahwa ayat ini turun tentang masalah ini”, maksudnya adakalanya untuk menyatakan asbabun nuzul, adakalanya pula bahwa masalah itu tercakup dalam ayat tersebut, walaupun tidak meru. pakan sebab turunnya. Dalam hal ini tidak ada perbedaannya jika Anda kata. kan: “Yang dimaksud dengan ayat ini ialah begini.”

Para ulama berbeda paham tentang ucapan sahabat “ayat ini diturunkan tentang ini”, apakah itu sama halnya jika ia menyebutkan sebab turunnya ayat, ataukah dianggap sebagai tafsirnya belaka yang tidak termasuk dalam musnad?

Bukhari menganggapnya termasuk, sedangkan yang lainnya mengatakan tidak termasuk. Kebanyakan kitab-kitab musnad misalnya Musnad Ahmad dan lainnya mengikuti istilah ini, berbeda halnya jika disebutkan sebab turunnya itu di belakangnya, mereka memasukkannya sebagai musnad.

Berkata Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan: “Telah menjadi kebiasaan bagi para sahabat dan tabiin, jika seseorang di antara mereka mengatakan “ayat ini diturunkan tentang ini”, maka yang dimaksudnya ialah bahwa ia mengandung hukum ini, dan bukan merupakan sebab turunnya. Jadi termasuk dalam jenis istiddal mengambil alasan terhadap hukum pada ayat dan bukan dari jenis menceritakan apa yang kejadian”. Kata saya: “Yang menyebabkan menghangatnya perbedaan tentang asbabun nuzul ialah agar setiap ayat yang turun di saat terjadinya peristiwa itu tidak mengalami “nasib” seperti yang disebutkan oleh Al-Wahidi tentang surat Al-Fil bahwa sebab turunnya ialah kisah penyerbuan orang-orang Habsyi, demikian itu sekali-kali bukan merupakan asbabun nuzul tetapi hanyalah berita tentang peristiwa-peristiwa di masa lampau, misalnya kisah umat Nabi Nuh, kaum ‘Ad, Samud, pembangunan Ka’bah, dan lain-lain. Demikian pula apa yang disebutkannya tentang sebab-sebab pengangkatan Ibrahim sebagai khalil (kekasih) dalam firman-Nya “Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai khalil.” (Surat An-Nisa ayat 125) Demikian itu bukanlah merupakan asbabun nuzul.”

Perhatian

Pertama: Yang dianggap dan dimasukkan sebagai musnad dari sahabat, ialah yang diriwayatkan oleh Tabi’i, walaupun mursal, tetapi hakikatnya marfu’ artinya bersumber dari Nabi SAW. Itu dapat diterima, jika sanadnya sah. Di antara para ahli tafsir yang mengambil dari para sahabat misalnya Mujahid Ikrimah, dan Said bin Jubair. Atau dapat pula jika mursal itu diperkuat oleh mursal yang lain, dan sebagainya.

Kedua: Sering kali terjadi para ahli tafsir menyebutkan beberapa sebab tentang turunnya suatu ayat itu. Cara kita berpegang dalam hal ini ialah dengan melihat ucapan yang dipergunakannya. Jika salah seorang mengatakan: “Ayat ini turun tentang ini”, dan kata yang lain: “Ia turun dalam hal ini”, lalu disebutkan soal lainnya, seperti yang telah diterangkan dulu maksudnya ialah, tafsir, bukan asbabun nuzul, hingga tak ada pertentangan antara kedua ucapan itu sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Al-Itqan yakni, jika keduanya tercakup oleh lafal. Karena itu sudah sewajarnyalah jika hal-hal seperti ini tidak dicantumkan dalam kitab-kitab asbabun nuzul, kecuali dalam kitab-kitab mengenai hukum-hukum Al-Qur’an.

Jika seseorang menyatakan dengan perkataannya: “Ayat ini turun tentang ini”, sedangkan yang lain menegaskan suatu asbabun nuzul yang berlainan dari itu, maka penegasan dari yang lain itulah yang akan menjadi pegangan. Contohnya ialah keterangan Ibnu Umar mengenai firman-Nya: “Istriistrimu merupakan tempat persemaian bagimu”. (Surat Al-Baqarah ayat 223) diturunkan khusus tentang mencampuri istri dari pinggul, sedangkan Jabir menegaskan suatu sebab lain yang berlainan dari itu, maka yang menjadi pegangan ialah penegasan dari Jabir ini.

Seandainya seseorang menyebutkan suatu sebab, sedangkan lainnya menyebutkan sebab yang berbeda, kemungkinannya ayat itu turun tidak lama sesudah berbagai sebab tersebut, seperti yang akan ditemui nanti pada ayat “Lian”, adakala pula ayat itu turun dua kali seperti pada ayat tentang ruh, pada bagian terakhir dari surat An-Nahl dan firman-Nya “Tidak selayaknya bagi nabi dan orang-orang yang beriman … sampai dengan akhir ayat.” (Surat At-Taubah ayat 113)

Di antara hal-hal yang menjadi pegangan dalam tarjih -menentukan mana yang lebih kuat- ialah dengan melihat isnad, kemudian jika perawi salah satu dari kedua asbabun nuzul itu hadir dalam peristiwanya atau termasuk dalam golongan ulama-ulama tafsir, misalnya Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. Adakalanya lagi ia terlibat dalam salah satu dari kedua kasus tersebut, hingga perawinya menjadi ragu, lalu katanya: “Diturunkan …”, hal ini akan ditemui pada surat Az-Zumar.

Ketiga: ‘Kitab yang paling masyhur mengenai ilmu asbabun nuzul dewasa ini jalah kitab karya Al-Wahidi, sedangkan kitabku ini mempunyai perbedaan dengan kitab tersebut dalam beberapa hal: Pertama, menyajikannya secara ringkas. Kedua, menghimpun banyak pendapat, hingga memuat tambahan yang tidak sedikit apa yang telah dikemukakan oleh Al-Wahidi dengan memberi ciri huruf kaf pada tambahan tersebut. Ketiga, menghubungkan setiap hadis kepada yang mengeluarkannya di antara pemilik kitab-kitab yang diakui, misalnya kitab yang enam, Mustadrak, Sahih Ibnu Hibban, Sunan Baihaqi dan Daruquthni, Musnad Ahmad, Bazzar dan Abu Ya’la serta Mu’jam Tabrani dan Tafsir Ibnu Jarir, Ibnu Abi Ilatim, Ibnu Murdawaih, Abusy, Syaikh, Ibnu Iibban, Faryabi, Abdur Razzag, Ibnul Munzir dan lain lain. Me. ngenai kitab Al-Wahidi, adakalanya dikemukakannya hadis berikut isnadnya tetapi di samping terlalu panjang tidak diketahui siapa yang mengeluarkannya. Tidak syak lagi, menyebutkan sumbernya dari salah satu kitab yang disebutkan tadi lebih utama daripada menyandarkannya pada penjelasan yang bertele-tele dari Al-Wahidi semata, karena kitab-kitab tersebut sudah terkenal lagi terpercaya hingga hati pun puas dan lega menerimanya. Adakalanya pula disebutkan secara terputus hingga kita tidak dapat mengetahui, apakah ia punya isnad atau tidak. Keempat, memisahkan yang sah dari yang tidak, dan yang diterima dari yang ditolak. Kelima, menghimpun riwayat riwayat yang bertentangan. Keenam, menyingkirkan hal-hal yang tidak termasuk dalam asbabun nuzul.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker