ATURAN MEMPUSAKAI (MEWARIS)
Mempusakai (menerima warisan) itu telah dikenal di kalangan bangsa Arab, dan pedomannya adalah perwalian. Orang yang mempusakai terhadap orang yang meninggal adalah orang yang paling dekat perwaliannya yaitu anaknya yang menolongnya. Oleh karena itu pewarisan itu terbatas pada anak laki-laki karena dialah yang akan membela dan mempertahankannya: selain anak laki-laki tidak mendapat bagian. Orang yang paling dekat perwaliannya sesudah anak laki-laki adalah ayah, saudara laki-laki, paman (dari pihak ayah) dan seterusnya menduduki kedudukan anak laki-laki.
Ketika Islam datang, maka Islam mengekalkan.kaidah perwalian itu: hanya saja Islam membuat asas perwaliannya adalah Islam dan hijrah karena Islam bertujuan membentuk ummat yang anggauta-anggautanya terikat dengan suatu ikatan yang kuat. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al Anfal :
Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan terhadap orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka, Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan, Adapun orang-orang yang kafir, sebahagian mereka menjadi pelindung bagi sebahagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, (begitu pula) orang-orang yang memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (n”mat) yang mulia. Adapun orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu, maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga).
Dengan undang-undang ini maka terputuslah ikatan perwalian antara orang mu’min yang hijrah dengan orang lain yang tidak iman, atau orang yang iman tetapi tidak hijrah.
Islam menjadikan perwalian itu untuk orang yang terdekat, kemudian orang yang terdekat sesudahnya (di bawahnya). Allah berfirman :
Artinya :
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. :
Allah berfirman dalam surat Al Ahzab :
Artinya : Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah dari pada orang-orang mu’min dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).
Allah Ta’ala berfirman dalam surat An Nisa’ :
Artinya :
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu .telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Perwalian akad itulah yang dikenal dengan perwalian muwalah yaitu sesuatu yang ditinggal oleh orang yang meninggal dunia untuk saudara-saudaranya setelah anak-anak dari kedua orang tua (ibu bapa), kerabat-kerabat dan orangorang yang terikat dengan sumpah. Pada masa Jahiliyah, seseorang itu mengikat perwalian antara dia dan laki-laki lain untuk saling tolong-menolong dan waris-mewarisi, dan Islam tidak membatalkan perwalian ini.
Islam meruntuhkan kaidah Jahiliyah yang membatasi pemilikan tinggalan (tirkah) atas orang laki-laki. Allah berfirman dalam surat An Nisa’
Artinya :
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.
Seluruhnya ini adalah kaidah-kaidah umum, yang di dalamnya tidak dijelaskan bagian masing-masing pewaris. Itu seluruhnya berdasarkan kaidah yang berangsur-angsur dalam pembinaan hukum yang penuturannya telah kami kemukakan kepadamu.
Allah s.w.t. memerintahkan kepada pemilik harta untuk menerangkan harta yang mau diberikan kepada dua orang tua dan kerabat-kerabatnya. Maka Allah menurunkan ayat wasiyat yang telah kami kemukakan, kemudian agar dia menerangkan apa yang wajib diambil oleh setiap waris dari anak-anak dan selain mereka. Dalam pada itu ia me. melihara kaidah melebihkan laki-laki atas perempuan apabila derajat kekerabatan mereka kepada mayat itu sama, kecuali dalam saudara seibu karena zhahir Al Qur’an memberi pengertian untuk menyamakan antara mereka, meskipun dalam maslahah itu tidak ada nash. Allah Yang Maha Besar PenuturanNya berfirman tentang warisan anak-anak dalam surat An Nisa’ : ,
Artinya :
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu : Bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan. Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua orang anak perempuan maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan: jika anak perempuan itu hanya seOrang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Allah berfirman tentang warisan bagi kedua orang tua :
Artinya :
Dan untuk dua orang ibu bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapanya (saja) maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai saudara maka ibunya mendapat seperenam.
Allah berfirman tentang warisan suami isteri :
Artinya :
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri mendapat seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyal anak, Jika kamu mempunyai anak, maka para Isteri mendapat seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan,
Allah berfirman tentang warisan anak-anak ibu :
Artinya :
Jika seseorang mati, baik laki-laki atau perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.
Allah berfirman tentang warisan saudara-saudara sebagai ‘ashabah :
Artinya :
Mereka minta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ja tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak: tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu tordiri dari) saudara laki-laki dan saudara perem-. puan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.
Allah menjadikan agar warisan itu diakhirkan dari wasiat dan hutang (wasiat dan hutang dibayar dahulu – pent). Rasulullah s.a.w. bersabda :
Artinya : Berikanlah bagian-bagian itu kepada ahlinya dan sisanya untuk laki-laki yang terutama (terdekat). Dengan ini diketahuilah warisan orang yang tidak disebutkan oleh Al Qur’an yakni paman-paman (dari pihak ayah) dan anak-anak paman (dari pihak ayah).
One Comment