Ketahuilah, bahwa sebab yang membolehkan tayammum secara hakikat adalah lemah menggunakan air, baik secara kenyataan atau secara syariat. Dan sebab-sebab yang lain muncul karena adanya kelemahan tersebut.
Makna (faqd) artinya tidak ada.
Sebab pertama dari sebab-sebab tayammum adalah tidak adanya air, maka seorang muhdits (orang yang tidak berwudhu) dan junub jika yakin air itu tidak ada, walaupun melalui pemberitaan dari orang yang dipercaya menurut Ramli, berbeda dengan Ibnu Hajar.
Apabila orang yang muhdits dan junub menyangka adanya air, atau ragu atau bimbang … maka wajib mencarinya setiap kali tayammum setelah masuk waktu shalat, dengan cara memeriksa di rumah-rumah, kafilah, jika memungkinkan adanya air pada mereka, dan membayarnya kepada mereka harga air, kemudian memandang sekitarnya dari empat arah, jika berada di dataran yang lurus, dan bila perlu hendaklah berkeliling mencarinya sejarak batas jeritan, yaitu 300 lengan (150 meter).
Apabila yakin adanya air, dan berada di jarak dekat, yaitu 1,5 mil, atau 9000 lengan (4,5km) … maka wajib mencarinya. Namun bila air berada lebih jauh dari itu, yang disebut dengan jarak jauh … maka tidak wajib mencarinya.
Ketahuilah, tidak wajib mencari air secara mutlak (dalam jarak berapapun) kecuali dengan syarat tidak membahayakan diri, anggota badan, harta dan barang tertentu (anjing pelajar), walaupun bukan miliknya, dan tidak terpisah dari rombongan, walaupun tidak menakutkan baginya, dan tidak keluar waktu shalat.
Benar, jika yakin air itu berada dalam jarak jeritan (150m) atau jarak dekat (4,5km) … tidak disyaratkan beberapa hal, yaitu tidak membahayakan barang tertentu (anjing pelajar), harta yang wajib dibayarkan sebagai ganti air untuk bersuci, baik sebagai harganya atau upahnya. Begitu pula tidak disyaratkan tidak keluar waktu shalat jika yakin air itu ada di jarak jeritan (150m).
Sebab kedua dari sebab-sebab tayammum adalah sakit yang telah ada atau akan terjadi, maka seorang muhdits dan junub diperbolehkan tayammum, jika takut menggunakan air akan membahayakan diri atau manfaat anggota tubuh atau lama masa sakit atau tambah rasa sakit atau terjadinya sesuatu yang sangat buruk, seperti perubahan warna dari hitam menjadi putih misalnya atau sebaliknya, atau kulitnya menjadi lembek atau keras atau berlubang atau tumbuh daging.
Tetapi disyaratkan pada permasalahan di atas terjadi pada anggota tubuh yang tampak saat bekerja, seperti wajah dan kedua telapak tangan, atau tidak menjadi aib atau cela bila terlihat orang lain.
Semua kekhawatiran tersebut berdasarkan pengalaman dan pemberitahuan dari orang yang dipercaya. Apabila keduanya tidak ada dan bimbang terjadinya sesuatu … maka diperbolehkan tayammum namun shalatnya digadha menurut Ibnu Hajar, sedangkan Ramli menyatakan wajib menggunakan air.
Apabila khawatir menggunakan air pada sebagian tubuhnya … maka wajib membasuh bagian anggota tubuh yang sehat dan orang yang muhdits dapat bertayammum sebagai ganti dari bagian anggota tubuh yang sakit di waktu yang seharusnya bagian anggota tubuh tersebut dibasuh, sedangkan bagi orang yang junub dapat tayammum kapan saja.
Apabila pada bagian anggota tubuh yang sakit terdapat penutup seperti perban dan semacamnya … maka wajib dilepas pada tiga gambaran, yaitu :
- Memungkinkan membasuh bagian yang sakit dengan air.
- Tidak memungkinkan hal tersebut, namun perban itu menutupi sebagian yang sehat . . . maka wajib dilepas untuk membasuh bagian anggota tubuh yang sehat.
- Perban itu berada di anggota yang wajib diusap saat tayammum (wajah dan kedua tangan), dan memungkinkan mengusap bagian yang di bawah perbannya dengan debu.
Makna (memungkinkan) itu adalah tidak khawatir akan terjadinya hal-hal di atas. Bila orang tersebut mengkhawatirkannya. . . maka tidak wajib dilepas, namun bagian yang sehat dibasuh dan mengusap bagian atas perban dengan air, lalu bertayammum sebagai ganti bagian di bawah perban yang tidak terkena air dan debu.
One Comment