Sunnah-sunnah mandi banyak sekali, di antaranya adalah : berdiri, menghadap kiblat, wudhu, membaca basmalah, menyela-nyela bagian tubuh yang terlipat (seperti ketiak, perut yang buncit), menggosok tubuhnya saat mandi, membasuh hingga tiga kali, tertib saat mandi, yaitu dimulai dengan membasuh kedua telapak tangan, lalu kemaluan dan sekitarnya, lalu berkumur dan istinsyag, lalu berwudhu dengan wudhu yang sempurna dan berniat mengangkat hadats kecil, walaupun hadats kecil itu tidak ada pada dirinya. Kemudian menyela-nyela bagian tubuh yang terlipat, lalu mengguyurkan air di atas kepala, lalu bagian depan tubuhnya dari sisi kanan, lalu bagian belakang tubuhnya dari sisi kanan, lalu bagian tubuhnya dari sisi kiri dan terakhir bagian belakang tubuhnya dari sisi kiri.
Makruh-makruh mandi seperti makruh-makruh wudhu.
Perlu diketahui, bahwa orang yang sedang junub dimakruhkan tidur, berhubungan intim, makan dan minum sebelum berwudhu dan membasuh kemaluannya. Termasuk pula wanita yang telah berhenti haid atau nifasnya kecuali dalam masalah hubungan intim, karena hal itu termasuk haram hingga wanita itu mandi wajib.
Diharamkan melakukan hubungan intim jika kemaluan laki-laki mutanajis kecuali bagi orang yang selalu keluar air kencingnya atau terbiasa bahwa air akan melemaskan kemaluannya.
Syarat sahnya wudhu ada 10 hal, jika kurang satu darinya … maka tidak sah wudhunya. Itu semua termasuk syarat sah mandi pula, bahkan dua syarat awal merupakan syarat yang harus terpenuhi dalam setiap ibadah, dan syarat ketiga harus terpenuhi dalam setiap ibadah yang memerlukan thaharah.
Syarat pertama dari sahnya wudhu adalah orang yang berwudhu beragama Islam, maka tidak sah wudhu orang kafir. Telah kamu ketahui, bahwa ini merupakan syarat sah mandi pula, kecuali mandi seorang wanita kafir yang telah selesai dari haidnya agar menjadi halal bagi suaminya yang muslim, maka mandinya dianggap sah, namun wajib diulangi jika telah masuk Islam.
Mumayyiz bagi seorang manusia adalah orang yang dapat memahami pembicaraan dan dapat menjawabnya, atau orang yang dapat makan sendiri, minum sendiri dan istinja sendiri, atau orang yang dapat membedakan antara yang kanan dan kiri, atau orang yang dapat membedakan antara kurma dan bara api. Itulah berbagai pendapat tentang makna mumayyiz.
Syarat kedua dari syarat sah wudhu adalah orang yang berwudhy telah mumayyiz. Benar, kecuali thaharah anak yang belum mumayyi, untuk thawaf, para ulama menyatakan sah thaharahnya.
Kata (naqaa”) berarti bersih. tetapi maksudnya dalam hal ini adalah tidak sedang haid dan nifas.
Syarat ketiga dari syarat sah wudhu adalah tidak sedang haid dan , — nifas. Termasuk pula yang seperti keduanya adalah segala sesuatu yang membatalkannya, contoh keluarnya air kencing saat berwudhu. Begitu pula yang dibahas dalam masalah mandi, maka tidak sah mandi disertai keluarnya air mani atau haid atau nifas. Benar, terdapat pengecualian saat mandi dalam amalan haji, karena hal itu tetap disunnahkan, walaupun bagi wanita haid dan nifas.
Kata (basyaroh) berarti kulit,yaitu bagian dhahir kulit manusia. Syarat keempat dari syarat sah wudhu adalah tidak ada sesuatu yang mencegah sampainya air ke anggota tubuh, seperti kotoran yang ada di bawah kuku, jika itu bukan berasal dari keringat. Termasuk pula salep, tetapi minyak yang berujud cair masih diperbolehkan, walaupun air terasa tidak mengalir di atas anggota tubuh tersebut. Termasuk yang harus dibersihkan pula dari anggota tubuh adalah debu yang terdapat di badan, jika tidak sulit menghilangkannya, namun bila sulit hingga telah menjadi seperti bagian dari tubuhnya … maka masih diperbolehkan.
Syarat kelima dari syarat sah wudhu adalah tidak ada sesuatu pada anggota tubuh yang dapat merubah sifat air dengan perubahan yang besar hingga sirna nama air tersebut, seperti tinta dan za’faron. Apabil perubahan itu sedikit dan tidak merubah nama airnya… maka masih diperbolehkan.
Syarat keenam dari syarat sah wudhu adalah orang yang berwudhu mengetahui bahwa wudhu itu wajib hukumnya. Sehingga, bila merasa ragu dalam kewajibannya atau meyakini bahwa wudhu itu sunnah … maka tidak sah wudhunya.
Syarat ketujuh dari syarat sah wudhu adalah tidak berkeyakinan bahwa salah satu fardhu wudhunya dianggap sunnah. Maka seseorang harus dapat membedakan mana yang fardhu dan mana yang sunnah, atau berkeyakinan bahwa semua yang dianjurkan dianggapnya fardhu, atau dianggap sebagian termasuk fardhu dan sebagian yang lain termasuk sunnah, dengan syarat tidak bermaksud pada fardhu tertentu dianggapnya sunnah. Tidak ada perbedaan dalam seluruh gambaran di atas antara orang yang mengetahuinya dan orang yang tidak mengetahui menurut Ibnu Hajar, tetapi Ramli berbeda pendapat dalam masalah terakhir, Seraya berucap : “Itu tidak sah kecuali bagi orang yang tidak mengetahui.”
One Comment