Syarat sahnya istinja dengan batu -jika beristinja” hanya menggunakan batu saja-, ada delapan :
Syarat pertama sahnya istinja’ dengan batu adalah harus dilakukan dengan tiga kali usapan, tidak dapat kurang, sehingga jumlah batu bukanlah termasuk syarat.
Apabila mengusap dengan tiga sisi dari satu batu, atau mengusap dengan tiga usapan dari satu sisi dan satu batu, dengan cara dibasuh dan dikeringkan setelah setiap kali mengusap, semua cara itu diperbolehkan dan sah istinja’nya.
Maksud tempat di sini adalah bagian dubur yang tertutup ketika berdiri, kepala kemaluan laki-laki dan bagian dhahir kemaluan wanita.
Syarat kedua istinja’ dengan batu adalah orang yang beristinja harus dapat membersihkan tempat tersebut hingga tidak tersisa kecuali, bekas najis yang tidak dapat hilang kecuali dengan tembikar atau air Apabila setelah tiga usapan yang wajib ternyata tempat tersebut belum bersih, maka wajib ditambah usapannya hingga bersih.
Syarat ketiga sahnya istinja’ dengan batu adalah sesuatu yang keluar tidak mengering seluruhnya ataupun sebagian di antaranya, hingga tidak dapat diserap oleh batu. Najis yang keluar hendaklah masih basah atau kering yang masih dapat diserap oleh batu.
Syarat keempat istinja’ dengan batu adalah najis yang keluar tidak berpindah dari tempatnya berada ketika keluar, walaupun belum melampui bagian dubur yang tertutup ketika berdiri dan kepala kemaluan laki-laki.
Syarat kelima istinja’ dengan batu adalah najis yang keluar tidak bercampur dengan benda yang bukan jenisnya, yaitu selain keringat. Apabila bercampur dengan selain jenisnya, walaupun setelah istinja’ dengan batu… maka wajib menggunakan air, baik benda yang bercampur itu basah, seperti air dan kencing, atau kering, baik najis seperti kotoran hewan atau suci seperti debu. Namun Imam Ramli berpendapat lain tentang benda yang bercampur jika kering dan suci, beliau mengatakan tetap sah istinja’nya.
Syarat keenam sahnya istinja’ dengan batu adalah kotoran najis tidak melebihi bagian dubur yang tertutup ketika berdiri dan air kencing tidak melebihi kepala kemaluan laki-laki dan tidak masuk bagian yang merupakan tempat masuknya kemaluan laki-laki bagi wanita.
Syarat ketujuh sahnya istinja’ dengan batu adalah najis yang keluar tidak terkena air, walaupun untuk menyucikannya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Syarat kedelapan dari sahnya istinja’ dengan batu adalah batu yang digunakan untuk istinja’ suci, maka tidak sah jika menggunakan sesuatu yang najis atau benda yang terkena najis.
Kata (furudh) merupakan jama’ fardh yang secara bahasa berarti bagian dan kewajiban, dan secara syari’at berarti sesuatu yang mendapat pahala jika dilakukan dan berdosa jika ditinggalkan. Fardh merupakan salah satu dari tujuh hukum syari’at.
Kedua, sunnah, artinya sesuatu yang mendapat pahala jika dilakukar, dan tidak berdosa jika ditinggalkan.
Ketiga, haram, yaitu sesuatu yang mendapat pahala jika ditinggalkan karena melaksanakan perintah, dan berdosa jika dikerjakan.
Keempat, makruh, yaitu sesuatu yang mendapat pahala jika ditinggalkan karena melaksanakan perintah, dan tidak berdosa jika dilakukan.
Kelima, mubah, yaitu sesuatu yang tidak mendapat pahala jika dilakukan atau ditinggalkan, dan tidak berdosa pula jika dilakukan atau ditinggalkan.
Keenam, shahih -pengertiannya dalam ibadahadalah sesuatu yang dianggap cukup hingga tidak perlu diqadha’, -dan dalam masalah muamalahadalah sesuatu yang terjadi sesuai hukum syari’at.
Ketujuh, bathil atau fasid -yang pengertiannya dalam ibadahadalah sesuatu yang masih perlu diqadha’, -dan dalam masalah muamalahadalah sesuatu yang tidak sesuai hukum syari’at.
One Comment