BAB BERSUCI
Lafadz (‘alaamaat) merupakan jama’ dari kata (alaamah), yang artinya tanda, adalah sesuatu yang menunjukkan keberadaannya bila salah satu tanda-tanda itu tampak, namun tidak menunjukkan ketiadaannya bila salah satu dari tanda-tanda itu tidak tampak. Contoh, keluar air mani merupakan salah satu tanda baligh. Apabila seseorang keluar air mani maka menunjukkan bahwa dia telah baligh, namun bila ia tidak keluar air mani maka tidak dinyatakan belum baligh, karena bisa saja dinyatakan telah baligh dengan tanda-tanda yang lain,
seperti haid dan sempurna berusia 15 tahun. Baligh artinya telah mencapai batasan mukallaf. Tanda-tanda yang salah satunya menunjukkan bahwa manusia telah mencapai batasan mukallaf, -dengan tambahan syarat berakalida tiga macam, yaitu :
Salah satu tanda baligh adalah berlalu waktu bagi seorang anak laki-laki atau perempuan dari sejak keluar seluruh badannya waktu dilahirkan, 15 tahun hijriyah tepat.
Kata (ihtilaam) berasal dari lafadz (hulm) yang artinya sesuatu yang dilihat orang yang tidur dalam tidurnya. Tetapi yang dimaksud dalam hal ini adalah perkara khusus, yaitu keluarnya air mani.
Tanda kedua dari tanda-tanda baligh bagi seorang anak laki-laki dan wanita adalah keluarnya air mani setelah sempurna berumur 9 tahun hijriyah secara perkiraan.
Apabila air mani hendak keluar, namun ditahannya hingga kembali, seperti dipegang kemaluannya ketika air mani hendak keluar, maka dianggap tidak baligh menurut Ibnu Hajar, namun dibantah oleh Ramli dan dinyatakan telah baligh.
Haid secara bahasa adalah aliran, dan secara syari’at adalah darah alami yang keluar dari rahim seorang wanita yang paling dalam, dengan cara normal dan keluar pada waktu-waktu tertentu.
Tanda baligh yang ketiga bagi seorang wanita adalah keluarnya darah haid setelah berusia 9 tahun hijriyah secara perkiraan, maka diperbolehkan kurang dari 9 tahun yang tidak cukup masa haid dan masa suci, yaitu kurang dari 16 hari.
Pembahasan berikut ini berkaitan dengan syarat sahnya IStinja” dengan batu.
Istinja” secara bahasa adalah terputus, dan secara syari’at adalah menghilangkan najis yang tidak padat dan keluar dari kemaluan dan dibersihkan pada kemaluan dengan air atau batu.
Hukum beristinja’ ada lima macam, yaitu :
- Wajib, jika yang keluar berupa najis yang tidak padat.
- Sunnah, jika yang keluar berupa benda padat, seperti batu.
- Makruh, jika yang keluar berupa angin.
- Mubah, jika yang keluar berupa keringat.
- Haram, jika istinja’ dengan benda rampasan.
Cara yang paling utama dalam beristinja’ adalah menggunakan air dan batu bersamaan, dimulai dengan menggunakan batu lalu diikuti dengan air, maka sudah dinyatakan mendapat sunnah dengan menggunakan batu yang padat walaupun berupa najis.
Apabila hendak meringkas istinja dengan menggunakan salah satunya, maka air adalah lebih utama, karena air akan menghilangkan dzat dan bekas najisnya.
Apabila memulai istinja’ dengan air, dan ingin beristinja’ dengan batu setelahnya, maka hal itu tidak disunnahkan karena tidak ada faedahnya.
Syarat secara bahasa berarti tanda, dan secara syari’at adalah sesuatu yang menunjukkan ketiadaannya bila syarat itu tidak ada, namun tidak menunjukkan keberadaannya bila syarat itu ada.
Maksud batu disini adalah setiap benda padat yang suci, dapat menyerap dan tidak dihormati syari’at. Maka benda najis tidak dapat digunakan untuk istinja’, begitu pula benda yang tidak dapat menyerap karena kehalusannya atau kerapuhannya. Tidak dapat digunakan istinja pula benda yang dihormati syari’at, seperti buku-buku ilmu syari at, buku bahasa dan makanan.
One Comment