PASAL LIMA BELAS: KESUCIAN MAKRIFAT DI ALAM TAJRID
Kesucian makrifat terbagi menjadi dua macam, yaitu kesucian makrifat sifat dan kesucian makrifat zat. Kesucian makrifat sifat tidak didapatkan kecuali dengan talqin (bimbingan) dan membersihkan cermin hati dengan nama-nama Allah (zikir) dari rongrongan nafsu kemanusiaan (basyariyyah) maupun kebinatangan (hawaniyyah). Kemudian setelah hati menjadi bersih, mata hati dapat melihat pantulan keindahan Allah (jamalullah) di cermin hati melalui cahaya sifat-sifat Allah.
Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang mukmin melihat dengan cahaya Allah.” (HR. ad-Dailami) Beliau juga bersabda,
“Seorang mukmin adalah cermin Al-Mukmin (Allah).” (HR. Abu Daud)
Bahkan ada yang mengatakan, “Orang yang ‘alim mengukir, dan orang yang ‘arif membersihkan (cermin hati).”
Jika pembersihan hati telah sempurna dengan senantiasa menyebut nama-nama Allah (zikir), maka ia akan dianugerahi makrifat sifat hingga ia selalu dapat menyaksikan sifat-sifat-Nya di cermin hati.
Sedangkan bersuci di tingkatan makrifat Zat hanya dapat diraih dengan senantiasa menyebut sepertiga terakhir (empat nama) dari dua belas nama Allah di dalam pusat rasa (yang tersembunyi) dan dengan cahaya tauhid.
Jika cahaya Zat sudah terang-benderang, maka leburlah dan fana’-lah sekujur jiwa manusia. Ini adalah maqam peleburan diri (maqam istilaak) dan kefanaan yang hakiki (fana al-fana’). Inilah tajalli yang menyingkirkan semua cahaya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah.” (al-Qashshash: 88)
Maka yang tersisa ketika itu hanya ruh al-qudsi yang dengan cahaya kesucian sehingga mampu melihatNya, bersama-Nya dan untuk-Nya. Akan tetapi, semua jtu tidak diketahui tata cara dan perumpamaannya, karena Allah Ta’ala berfirman,
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.” (asy-Syuura: 11)
Oleh karena itu, yang tersisa saat itu adalah cahaya murni (nur al-mutlaq). Namun, apa yang tersembunyi di balik itu tidak mungkin dapat diberitahukan kepada yang lain, sebab ini merupakan alam peleburan diri. Akal tidak lagi berfungsi untuk menalarnya, dan tidak ada sesuatu apapun yang mampu menyingkapnya kecuali Allah Ta’ala.
Rasulullah saw. bersabda,
“Aku memiliki waktu khusus bersama dengan Allah, yang tidak dianugerahkan kepada
malaikat dan tidak pula kepada nabi yang diutus.”
Inilah alam al-tajrid, yaitu alam yang sunyi dari segala sesuatu selain Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi,
“Menyendirilah, niscaya engkau akan sampai kepada-Ku.”
Maksud dari menyendiri adalah sirnanya semua sifat manusiawi (duniawi) dari dirinya sehingga yang tertinggal hanya ia sendiri di alamnya, kemudian ia memperoleh sifat- sifat ilahi.
Rasulullah saw. bersabda,
“Berakhlaklah engkau dengan Akhlak Allah.” Maksudnya adalah sifatilah diri kalian dengan sifat-sifat Allah.









One Comment