
Terjemahan Kitab Kuning | Terjemah Kitab Awamil Karya Imam Jurjani

- Muqoddimah
- Pembagian ‘Aamil
- Macam Yang Pertama : Huruf Jarr
- Macam kedua : dan saudara-saudaranya
- Macam ketiga : dan
- Macam keempat : Lima macam dari huruf-huruf nida’
- Macam Kelima : Huruf-huruf yang menashobkan fi’il mudiori’
- Macam Keenam : Huruf-huruf yang menjazmkan fi’il mudlori’
- Macam Ketujuh : Isim-isim Syarat Yang Menjazmkan Dua Fi’il Mudlori
- Macam kedelapan : Isim-isim Kinayah dan ‘Adad
- Macam Kesembilan : Isim-Isim fi’il
- Macam Kesepuluh : Fi’il-fi’il Yang Merusak Susunan Mubtada’-Khobar
- Macam ke sebelas : Af’aal al-Muqorobah
- Macam Kedua Belas : .Fi’il-fi’il Yang Menunjukkan Arti Pujian Dan hujatan
- Macam Ketiga Belas : Fi’il-fi’il Yang Menunjukkan Arti Dugaan atau Yakin.
- Aamil-aamil qiyasi
- ‘Aamil Ma’nawi
Muqoddimah
“Segala puji milik Alloh yang benar-benar telah membukakan pintu hati suatu kaum, sehingga bisa mendapatkan derajat tinggi di sisinya dan telah memberikan kegembiraan pula kepada mereka”.
“Kemudian setelah itu, sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan untuk baginda Rosul, yang membawa agama islam”,
“.. Yakni, Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, selama umatnya itu masih punya perhatian untuk menolong (agama) nya”.
“Sesudah itu, ketehuilah sesungguhnya “kitab ‘Awaamil”, karya Imam al Jurjani itu manakala menjadi masyhur dan di minati di kalangan kita…”
“…Maka hamba Alloh yang sangat membutuhkan pertolongannya, yakni Ahmad, berusaha untuk menerjemahkan-nya. Semoga Alloh Yang maha pengasih berkenan mensucikan-nya lahir-batin, untuk selama-lamanya”,
Pembagian ‘Aamil
“Sesungguhnya “Aamil-aamil yang di tuturkan di dalam kitab ini berjumlah seratus. Yaitu: lafdhiyyah dan Ma’nawiyyah”.
Keterangan :
‘Aamil ( ) , menurut istilah ulama nahwu adalah ‘ :
“Sesuatu yang menjadikan tegaknya makna, dan menetapkan terhadap i’rob”.
Contoh-contoh:
- Lafadh pada contoh : ( Telah datang Zaed ). Lafadh : ini menyempurnakan maknanya. , dan menetapkan i’rob rofa’ yang di tandai dengan dlommah pada akhirnya lafadh : .
- Lafadh , pada contoh : , (Aku telah melihat zaed ). Lafadh , ini menyempurkan lafadh , dan menetapkan i’rob nashob yang di tandai dengan fathah pada akhirnya lafadh .
- Ba’ huruf jarr, pada contoh (Aku lewat berjumpa dengan Zaed ). Huruf Ba’ ini menyempurnakan maknanya Zaed, dan menetapkan i’rob jarr yang di tandai dengan kasroh pada akhirnya lafadh : .
- ‘Aamil ibtida’ (menjadi permulaan) yang terdapat pada : , lafadz ini di baca rofa’ di tandai dengan dlommah pada akhirnya. Yang merofa’kan di sini adalah “Aamil ma’nawi yang tidak terlihat, yakni “menjadi permulaan kalam”.
‘Aamil-‘amil ini jumlahnya ada : seratus. Dan secara garis besar terbagi menjadi dua macam :
- ‘Aamil Lafdhi (. ) . Pengertian ‘Aamil lafahi disini adalah? :
“Aamil yang bisa di ucapkan oleh lisan, seperti : , dan ”.
- “Aamil Ma’nawi (. ) . Pengertian ‘Aamil Ma’nawi adalah : JIE
“Suatu ‘aamil yang tidak bisa di ucapkan lisan, akan tetapi berupa makna sifat yang terlukiskan di dalam hati, seperti ibtida’ (karena menjadi permulaan)”.
Pembagian ‘Aamil Lafdhi
‘amil Lafdhi yang menjadi bagian dari seratus aamil diatas, di bagi menjadi dua : 1. Samaa’i 2. Qiyaasi”
Keterangan : “Awaamil Lafdhiyyah yang termasuk bagian dari seratus “Aamil di atas, di bagi menjadi dua macam :
1.Aamil Lafdhi Samaa’i, yaitu :
“Aamil yang pengamalan-nya di gantungkan atas apa yang kita dengar dari kalam arab, seperti : huruf-huruf jarr yang beramal mengejarr-kan lafadh setelahnya, pengamalan huruf jarr ini bersifat samaa’i, oleh karena itu huruf-huruf lain tidak bisa disamakan dalam hal pengamalan ini”.
- ‘Aamil Lafdhi Qiyasi, yaitu :
“Aamil yang pengamalan nya tidak tergantung pada apa yang kita dengar dari kalam arab, namun untuk lafadh-lafadh yang lain bisa digiyaskan, karena pengamalan ‘Aamil tersebut berdasarkan kaidah yang bersifat umum”.
Kaidah yang bersifat umum itu semisal :
“Sesungguhnya semua fi’il itu merofa’kan faa’if.
Berdasarkan kaidah ini, berarti semua ff’il itu akan merofa’kan faail , baik berupa ff’il madhi, seperti : ..dsb maupun Fil mudlori’, seperti : … Osb.
Fi’il yang merofa’kan terhadap fa’il ini berlaku secara umum (untuk semua fi’il, tidak khusus apa yang kita dengar dari orang arab), oleh karena itu sebut “Aamil lafdhi Qiyasi.
“Sesungguhnya fi’il-fi’il muta’addi itu menashobkan mafui setelahnya”
Berdasarkan kaidah ini, setiap kali di temukan fi’il muta’addi baik berupa fi’il madhi, seperti : maupun fi’il mudlori’ seperti : maka maf’ul bihi setelahnya di baca nashob.
Contoh-Contoh :
= Aku memakan roti
: Firil muta’addi berupa fi’il madhi, di sebut “Aamil Lafdhi Qiyasi.
: Maf’ul bihi, di nashobkan oleh
= Kami memakan roti
: fi’il muta’addi berupa fi’il mudlori’ di sebut “Aamil Lafdhi Qiyasi.
: Maful bihi, di nashobkan oleh
=Aku menulis Pelajaran
: Fi’il muta’addi berupa fi’il madhi, di sebut ‘Aamil Lafdhi Qiyasi.
: Maf’ul bihi, di nashobkan oleh
Untuk contoh-contoh yang lain, tinggal menyamakan dengan contohcontoh di atas….
“Bagian yang pertama ( ‘Aamil lafdhi samaa 1) itu jumlahnya ada 91. Sedangkan bagian yang kedua (‘Aamil Lafdhi Qiyasi) itu jumlahnya ada 7”.
“Aamil-‘aamil ma’nawi itu ada dua. Kemudian mengenai ‘Aamil-‘aamil lafdhi samaa’i, ambil saja keterangan yang akan datang dariku”.
Keterangan :
“Amil lafdhi samaa’i itu jumlahnya ada 91, sedangkan “Aamil Lafdhi Qiyasi itu ada 7 dan “Aamil maknawi itu hanya ada 2, berarti jumlah “Aamil secara keseluruhan ada : 100 ( 91+7+2 ).
Pembagian “Aamil lafdhi samaa’i
‘Aamil lafdhi samaa’i itu terbagi menjadi 13, yang terdiri dari : isim, fi’il dan huruf ”.
Keterangan :
‘Aamil Lafdhi samaa’i terbagi lagi menjadi 13 macam. Ketiga belas macam ini, secara garis besar di ringkas dalam tiga macam :
- Kalimah isim, yaitu :
“Suatu Kalimah yang menunjukkan atas suatu makna dengan sendirinya, dan tidak bersamaan dengan zaman, seperti lafadz : yang terdapat pada contoh : (Zaed berdiri di dalam rumah).
- Kalimah fi’il, yaitu :
“Suatu Kalimah yang menunjukkan atas suatu makna dengan sendirinya dan bersamaan dengan salah satu di antara tiga zaman (zaman yang telah lewat, zaman yang sedang terjadi dan zaman yang akan datang).
“Apabila kalimah tersebut bersamaan zaman yang telah lewat, maka di sebut fi’il madhi, seperti : – telah membaca, telah menolong, – telah berdiri. Apabila bersamaan dengan zaman yang sedang berlangsung atau akan datang, maka di sebut fi’il mudlori’, seperti : – sedang atau akan membaca, – sedang atau akan menolong, – sedang atau akan berdiri.
Apabila bersamaan dengan zaman yang akan datang, menunjukkan makna perintah dan patut kemasukan nun taukid, maka di sebut fi’il amr, seperti – bacalah!, – tolonglah ‘ berdirilah !..dsb”,
2, Kalimah Huruf, yaitu :
“Suatu kalimah yang bisa menunjukkan suatu makna ketika persamaan dengan kalimah lain, seperti : yang terdapat pada contoh :. (Zaed berdiri di dalam rumah). Makna dhorfiyyah (di dalam) ini tidak akan bisa di paham, kecuali setelah di gabung dengan kalimah lain, yaitu lafadh : yang punya keterkaitan makna dengan lafadh : ”.
One Comment