Kitab Tauhid

Terjemah Kitab Qotrul Ghoits

BAB II MASALAH IMAN KEPADA ALLAH

Apabila ditanyakan kepada anda: “Bagaimana anda beriman kepada Allah?”

Maka jawabnya: “Bahwasanya Allah Ta’ala adalah Esa, Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Bicara, Maha Kekal, Maha Mencipta, Maha Memberi rezeki, Dia adalah Tuhan dan Penguasa tanpa sekutu dan tanpa ada penentang. ”

Penjelasan:

Allah Maha Esa (Ahad), maksudnya Allah itu satu atau tunggal sifat-sifat-Nya tidak ada yang menyekutukan-Nya. Juga Esa Zat-Nya, tiada sekutu bagi-Nya.

Allah Maha Hidup (Hayyun), artinya Dia Tuhan yang hidup, dengan kehidupan yang terdahulu dan zat-Nya berdiri sendiri tanpa ruh.

Allah Maha Mengetahui (“Aalimun), artinya Allah itu Tuhan Yang mengetahui dengan pengetahuan yang gadim yang berdiri sendiri dengan zat-Nya meliputi segala perkara yang wajib, jaiz, dan mustahil adanya.

Allah Maha Kuasa (Qaadir), artinya Allah bersifat Maha Kuasa dengan kekuasaan yang gadim dan beridiri sendiri dengan zatNya tanpa usaha dan perantara. Berkuasa yang tak kunjung lemah. Berkuasa meliputi hubungan segala perkara yang mungkin wujudnya.

Allah Maha Berkehendak (Muriid), artinya Allah Berkehendak terhadap apa saja dengan kehendak yang terdahulu dan yang berdiri sendiri tetap pada zat-Nya.

Allah Maha Mendengar (Samii’), artinya Allah Tuhan Yang Maha Mendengar, meksudnya mendengar segala macam perkara yang didengar pendengaran yang gadim yang tetap dengan zat-Nya.

Allah Maha Melihat (Bashiir), artinya Allah Allah melihat segala perkara yang terlihat dikala wujudnya perkara yang dilihat itu dengan penglihatan yang gadim yang tetap dengan zat-Nya.

Allah Maha Berkata (Mutakallim), artinya Allah Maha Berbicara dengan Pembicaraan yang gadim lagi kekal yang berdiri sendiri dengan zat-Nya. Pembicaraan Allah tanpa huruf dan tanpa suara. Jadi ucapan Allah tidak diketahui sifat tidak ada dan tidak kedatangan sifat tidak ada. Pembicaraan Allah itu ada yang berhubungan dengan perkara yang wajib wujudnya, sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku…” (QS. Thaha: 14)

Kalam Allah berhubungan dengan perkara yang mustahil wujudnya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya kafirlah orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga.” (QS. Al Maidah: 73)

Dan yang berhubungan dengan perkara yang jaiz, sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu per uat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)

Menurut pendapat yang benar, arti lafadh Al Qur’an yang kita baca adalah perkara yang menjadi hubungan dengan perkataan Allah yang gadim. Demikian sebagaimana pendapat Ibnu Qasim yang telah disepakati seluruh Ulama Mutaakhirin.

Apabila anda ditanya apakah Al Qur’an itu “Qadim ” atau “Hadits”, maka perlu anda tanyakan dulu pada penanya apa yang dimaksud Al-Qur’an itu? Jika penanya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Kalam Qadim yang tetap pada Zat Allah Ta’ala yang kita baca, maka Al-Qur’an itu Qadim. Karena sifat terdahulunya Zat, dimana Al-Qur’an itu Kalam Allah yang menjadi salah satu dari sifat yang wajib menjadi sifatnya Zat (Allah). Tetapi jika penanya mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah apa yang berada di antara sampul dua tangkuban yaitu tulisan yang ada di kertas, maka anda jawab bahwa Al-Qur’an itu hadits (baru). Tetapi jika yang dimaksudkan maknanya, maka anda jawab bahwa lafadh yang menunjukkan kepada Zat Allah, atau sifat Allah, atau cerita tentang Allah, itu semuanya adalah gadim (dahulu). Dan lafadh yang menunjukkan kepada perkara yang baru (ciptaan Allah) atau sifat perkara yang baru seperti zat dan sifat makhluk, seperti kebodohan kita dan kepandaian kita, itu semua adalah baru. Demikian pula cerita-cerita perkara yang baru.

Perkataan-perkataan itu dinamakan Kalam Allah karena mengandung arti perkataan Allah, yang bisanya dipahami hanya apabila dikatakan. Jika dikatakan dengan bahasa Arab disebut Al Qur’an, Jika dengan bahasa Ibrani yaitu bahasa orang Yahudi disebut Taurat, apabila dengan bahasa Suryani disebut Injil, dan Zabur.

Perbedaan perkataan itu tidak memastikan perbedaan ucapan. Sebagaimana Allah Pencipta langit dan bumi, ini dapat dikatakan dengan berbagai macam perkataan. Sedangkan Zat Allah Ta’ala adalah Esa.

Allah Maha Kekal (Baaqin,) artinya Allah itu Maha Kekal dengan Zat-Nya yang Maha Luhur, maksudnya kekal wujudnya dan tidak menerima kerusakan.

Allah Maha Pencipta (Khallaag), artinya Allah itu banyak sekali menciptakan berbagai macam makhluk dengan kekuasaan-Nya. Dia

terus-menerus menentukan apa saja yang ditentukan dengan kehendak-Nya.

Allah Maha Pemberi rizki (Razzaq), artinya Allah-lah yang menciptakan dan terus-menerus memberikan rizki kepada seluruh makhluk-Nya.

Sebutan rizki itu tidak tertentu pada makanan dan minuman saja. Tetapi segala apa saja yang memberikan manfaat bagi binatang. Baik berupa makanan, minuman, bahkan pakaian dan lainnya. Diantara rizki yang terbesar adalah pertolongan Allah untuk melakukan ketaatan.

Rizki itu ada dua macam, yaitu rizki lahir seperti bahan kekuatan dan makanan untuk keperluan tubuh. Yang kedua rizki batin, yaitu macam-macam makrifat dan mukasyafah. Rizki batin ini untuk keperluan hati dan segala yang rahasia. Katahuilah, bahwa Allah Ta’ala mendatangkan rizki kepada seluruh makhluk-Nya. Diantara sebab-sebab yang menjadikan luasnya rizki adalah dengan memperbanyak melakukan shalat, berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS. Thaha: 132)

Kemudian hendaknya memperbanyak membaca Shalawat Nabi dan istighfar. Allah Zat yang Merajai dan disembah, seperti lafadh “Rabbunallah =Tuhan kami adalah Allah”. Allah Tuhan yang menguasai, seperti Fiman Allah “Lillaahi Mulkus samaawaati wal ardli = Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi”. Tidak ada yang menyekutukan Allah dalam ke-Tuhanan-Nya. Tidak ada yang menyamai dan tiada yang serupa dan persis. Bedanya “menyamai” dan “serupa” serta “persis”, kalau menyamai adalah kesamaan sekalipun dalam satu sifat. Kalau serupa artinya ada yang sama dari sebagian sifat-sifatnya, sedangkan persis yaitu perkara yang manyamai dalam seluruh sifat-sifatnya.

Siapa meninggalkan empat kalimat maka sempurnalah imannya. Yaitu: Dimana, Bagaimana, Kapan dan Berapa?

Apabila ada orang yang bertanya pada anda: “Dimana Allah?” Jawablah: “Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh masa.”

Apabila anda ditanya:” Bagaimana sifat Allah?” Jawablah:”Tidak ada sesuatu yang menyamai-Nya”.

Apabila anda ditanya:” Kapan adanya Allah?” Jawablah: “Pertama tanpa permulaan dan terakhir tanpa penghabisan”.

Apabila anda ditanya : “Berapakah Allah?” Jawablah:: “Satu tidak dari sedikit, Dialah Allah Maha Esa”.

“Katakanlah: “Dia adalah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker