Terjemahan Kitab Kuning | Terjemahan Al Manhalul Lathif Karya Sayyid Muhammad Maliki
Pasal Pertama
– Definisi As-Sunnah
– Kehujjahannya
– Sejarah Penulisannya
– Kerja Keras Ulama Dalam Memeliharanya
AS-SUNNAH
Definisi – Kehujjahannya – Sejarah Penulisannya -Kerja Keras
Ulama dalam Memeliharanya As-Sunnah menurut bahasa : perilaku yang baik maupun yang buruk. Dalam hadist disebutkan :
“Barangsiapa mengadakan dalam Islam perilaku yang baik, maka Ia mendapat pahalanya dan pahala dari orang yang mengerjakannya selain dia tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang mengadakan dalam Islam perilaku yang buruk maka ia mendapat dosanya dan dosa dari orang yang mengerjaxannya selain dia tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”
Dalam hadist tersebut telah diulang-ulang pemakaian kata as-Sunnah dan segala yang berasal darinya. Asalnya berarti jalan /cara atau perilaku.
Nabi SAW, bersabda :
“Kalian akan mengikuti perilaku orang-orang. yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai seandainya mereka memasuki sarang biawak, kalian pasti akan mengikuti mereka.”’
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna asSunnah menurut syara’. Oleh karena itu defenisinya bermacam-macam. Sebabnya ialah perbedaan tujuan dari berbagai ilmu dan objek pembahasannya.
Para ulama hadist mendefenisikannya sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. Ada yang mengatakan : atau kepada sahabat Nabi SAW, atau tingkatan di bawahnya, berupa perkataan atau perbuatan atau ketetapan atau sifat.
Para ulama Ushulul Figh mendefinisikannya : asSunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi SAW, selain al-Qur’anul Karim, berupa perkataan atau perbuatan atau peristiwa yang cocok untuk menjadi dalil bagi sebuah hukum syar’iy.
Para ulama Fiqh mendefinisikannya : as-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi SAW, dan bukan termasuk fardhu maupun wajib pada jalan yang ditempuh dalam agama tanpa difardhukan maupun diwajibkan, karena tugas mereka adalah membahas tentang hukum-hukum syariy, yaitu fardhu, wajid, mandub, haram dan makruh serta pengetahuan tentang kedudukan setiap hukum.
Para ulama yang bekerja dalam bidang nasehat dan bimbingan, mendefinisikan bahwa as-Sunnah adalah kebalikan bid’ah, karena tugas mereka adalah memperhatikan segala yang diperintahkan oleh asy-syara’ atau dilarangnya.
Ketahuilah as-Sunnah menurut definisi ulama hadist sama dengan hadist Nabawi menurut mereka. Hadist ini mencakup pula sifat-sifat Nabi SAW, yang mengenai jasmani, moral, perilaku, peperangan dan sebagian khabarnya sebelum diangkat menjadi Nabi.
Itulah sebabnya para ahli hadist menyebutkan bahasan-bahasan ini dalam kitab-kitab asy-syama-il, al-jawaami’, dan al-khasha-is.
Kehujjahan As-Sunnah :
As-Sunnah adalah dasar kedua bagi tasyri’ Islami. Oleh karena itu kewajiban mengikutinya dan kembali kepadanya serta pengandalannya dilakukan dengan perintah Allah SWT, dan pembuat syara’ Yang Maha Agung.
Allah Ta‘ala berfirman :
“Taatlah kamu kepada Rasul-Nya dan berhati-hatilah.” (QS. Al-Maidah : 92)
Dan Allah Ta’ala berfirman
“Barang siapa mentaati Rasul, ia pun-telah mentaati Allah.” (QS. An-Nisa’ : 80) Allah Ta’ala berfirman :
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkantah.” (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.” (QS. al-Ahzab : 21)
Allah Ta’ala berfirman :
“Katakanlah : Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.”(QS. Ali tmran :31)
Nabi SAW, bersabda:
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, yang jika kalian berpegang pada keduanya, maka kalian tidak akan sesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya .”‘
Oleh sebab itu orang yang mengingkari kehujjahan as-Sunnah dan menganggap cukup berpegang hanya pada al-Kitab saja, maka ia terlalu kecil dan terlalu remeh untuk disanggah atau didebat, karena dengan menganggap dirinya benar ia pun telah terjurumus ke dalam kebathilan. Dan pengakuannya bahwa ia melakukan ketaatan dan mengikuti kebenaran pada hakikatnya adalah kedurhakaan dan perbuatan bid’ah.
inilah al-Qur’an yang menyerukan dengan ayat-ayat yang terang dan tegas bahwa tidaklah dianggap beriman siapa yang tidak menjadikan Rasulullah SAW, sebagai hakim dan menyerahkan keputusan kepadanya, kemudian tunduk kepada keputusan dan perintahnya dengan penuh kerelaan dan dengan penyerahan diri yang menyeluruh dan tulus.
Allah SWT berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya.” (QS.an-Nisa’ : 65)
Tidak adalah arti dari menjadikan Nabi SAW, sebagai hakim, kembali dan tunduk kepada ucapannya, melainkan kembali dan tunduk kepada sunnahnya.
Al-Qur’an ini memberitahu kita pula bahwa tiada pilihan bagi orang mukmin bila dihadapkan dengan putusan Allah dan putusan Rasul-Nya SAW.
Allah Ta’ala) menggambarkan siapa yang melanggarnya sebagai kedurhakaan. Maka
Allah Ta‘ala berfirman :
“Maka tidaklah patut bagi laki-aki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab : 36):
Nabi SAW, telah memberitahu kita dengan pemberitahuan Allah kepadanya tentang terjadinya pengingkaran seperti ini, maka terjadilah sebagaimana yang diberitahukannya kepada kita. Allah menampakkan mujizat Nabi SAW, dengan kemunculan golongan- golongan yang mengaku dirinya Islam, padahal Islam bersih dari mereka.
Maka Nabi SAW, bersabda :
“Akan datang waktunya seseorang dari kamu duduk di atas tempat duduknya sambil menceritakan hadijst dariku, lalu dia berkata : Cukuplah kitabullah di antara kami dan kamu. Bilamana kami dapati sesuatu yang halal di dalamnya, maka kami pun menganggapnya halal. Dan bilamana kami dapati sesuatu yang haram di dalamnya, maka kami pun mengharamkannya. Ketahuilah, sesungguhnya apa yang diharamkan Rasulullah SAW, adalah seperti yang diharamkan Allah SWT’. ‘
One Comment