
Dalil Sifat Wajib Dan Mustahil
“Ketahuilah bahwadalil dari masing-masing ke 20 sifat wajib Allah Ta’ala adalah bahwa sifat-sifat tersebut sudah menjadi milik tetap Allah yang sekaligus menafikan segala sifat kebalikannya. Dan dalil adanya tujuh sifat Ma’ani adalah dalil yang ada pada ketujuh sifat ma’nawiyah.
Inilah ke 40 aqidah yang harus diketahui oleh setiap mukallaf baik laki-laki maupun perempuan, yakni yang 20 berupa sifat wajib Allah, dan yang 20 lagi adalah sifat muhal Allah serta inilah pula 20 dalil yang masing-masing menetapkan satu sifat dan menafikan kebalikannya.
Pembagian Yang Ada Di Dunia
Perlu diingat bahwa ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini dibagi menjadi 4 bagian, yaitu maujudat, ma’dumat, ahwaal dan i’tibarat.
- Muajudat (segala yang ada) seperti keadaan dari Zaid sebagaimana yang dapat kita saksikan bersama.
- Ma’dumat (segala yang belum ada) seperti anak kita yang belum lahir.
- Ahwaal (keadaan) seperti keberadaan seseorang yang memiliki kemampuan.
- Itibarat (ketetapan) seperti si Zaid yang ditetapkan sebagai.orang yang sedang berdiri.
Pendapat ini, yakni yang membagi menjadi 4 bagian telah ditulis oleh Imam Sanusi dalam kitab “Ash Shughra” karena beliau telah menetapkan adanya ahwaal adn menghitung sifat-sifat wajib Allah ada 20, juga beliau menulisnya pada kitab yang lain lagi yang menjelaskan pula tentang pendapat ulama yang menafikan ahwaal. Inilah pendapat yang benar.
Menurut pendapat ini berarti sifat wajib Allah hanya 13 karena pendapat ini menggugurkan 7 Sifat ma’nawiyah, yakni Kaunuhu QAADIRAN, Kaunuhu Muriidan, Kaunuhu ‘Aaliman, Kaunuhu Hayyan, Kaunuhu Samif’an, Kaunuhu Bashiiran dan Kaunuhu Mutakalliman. Dengan demikian berarti Allah tidak memiliki sifat Kaunuhu QAADIRAN karena yang jelas menurutnya tidak menganggap adanya ahwaal. Jika demikian berarti segala yang ada didunia ini hanya 3 bagian, yakni maujudat, Ma’dumat dan i’tibaarat.
Manakala dari 20 sifat wajib Allah Ta’ala ada 7 sifat ma’nawiyah yang gugur maka akan gugur pula ke 7 sifat yang menjadi kebalikannya sehingga di sini sifat Kaunuhu ‘Aajizan dan seterusnya tidak akan lagi dan sifat-sifat tersebut tidak masuk lagi dalam jajaran sifat mustahil bagi Allah. Dengan demikian berarti jumlah sifat-sifat yang mustahil bagi Allah hanya tinggal 13 sifat saja.
Jumlah sebanyak itu bila kita masih menghitung sifat Wujud sebagai suatu sifat menurut pendapat selain Imam Asyari. Menurut Imam Asyari sifat Wujud adalah menipakan keadaan sesuatu yang maujud. Menurutnya wujudnya Allah Ta’ala adalah merupakan keberadaan dzat-Nya sendiri sehingga wujud di sini bukan merupakan suatu sifat. Dengan demikian berarti sifat wajib Allah hanya tinggal 12 saja yang dimulai dari QIDAM, Baga’, Mukhalafah lil hawadits. QIYAMUHU binafsihu yang biasa diistilahkan sebagai yang memiliki kekayaan yang mutlak, Wahdaniyah, Qudrah, Iradah, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar dan Kalam. Dalam Kal ini sifat ma’nawiyah tidak dihitung karena adanya sifat ma’nawiyah tersebut mengikuti pendapat yang mengakui adanya ahwaal, “padahal yang benar Allah Ta’ala tidak seperti itu.
Apabila saudara ingin mengajarkan sifat-sifat AlTah Ta’ala kepada masyarakat umum, maka sebaiknya saudara menggunakan nama-nama lain dari sifat-sifat tersebut. Saudara bisa mengajarkannya kepada mereka bahwa Allah Ta’ala itu maujud (ada), QADIM (dahulu), Baga’ (kekal). Mukhalafah lil hawadits (tidak sama dengan makhluq) atau dengan kata lain Allah tidak membutuhkan sesuatu, Qadiir (kuasa), Muriid (yang berkehendak), ‘Aalim (yang mengetahui), Hayyun (yang hidup), Samii’ (yang mendengar), Bashir (yang melihat) dan Mutakallim (yang berbicara). Disamping itu pula saudara harus mengajarkan sifat-sifat yang menjadi kebalikannya.
Perbedaan Hal Dan I’tibarat
Ketahuilah bahwa sebagian ulama telah membedakan antara haal dan itibarat. Menurut mereka haal dan i’tibarat masing-masing merupakan sesuatu yang tidak maujud dan juga tidak ma’dum akan efapi masing-masing memiliki kepastian tempat pada dirinya sendiri. . Hanya saja Haal itu memiliki keterkaitan (ta’alluq) dan dia berdiri pada suatu dzat sementara itibarat tidak memiliki keterkaitan dengan dzat.
Ada yang mengatakan bahwa ibarat itu mempunyai kepastian tempat di luar hati. Pendapat ini ditentang oleh ulama lain yang mengatakan bahwa i’tibarat itu berupa sifat. Jika ia tidak memiliki hubungan dengan dzat dan ia memiliki kepastian tempat di luar hati lahu dimana barang yang disifati? Padahal sifat itu tidak mungkin bisa berdin sendiri dan la sangat membutuhkan pada sesuatu yang disifati. Menurut kami yang benar itibarat tidak memiliki tempat yang pasti kecuali hanya di luar hati saja.
Pembagian I’tibarat
I’tibarat ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Itibarat ikhtira’i, yaitu sesuatu yang wujudnya tidak ada asalnya sebagaimana jika kita membayangkan seeorang dermawan yang bakhil atau ada orang bodoh yang pandai.
2, Ttibarat intiza! yaitu sesuatu yang dalam kenyataannya memiliki asal mula, seperti keadaan Zaid yang sedang berdiri, Keadaan ini terlepas dari ucapan “Zaid berdiri” dan berdirinya si Zaid menurut kenyataannya sudah ada sebelumnya.
One Comment