Sejarah

Terjemah Kitab Dardir Mi’raj

Bismillahirrahmaanirrahfim

Ketika Nabi s.a.w sedang berada di Hijr Isma’il yang terletak di dekat Ka’bah dengan posisi terlentang di antara sepasang kaki, tiba-tiba Jibril dam Mika’il yang ditemani oleh satu malaikat lain mendatangi beliau. Mereka menggotong tubuh beliau. Dan setelah membawakan air zamzam, mereka meletakkan tubub beliau dalam posisi telentang dengan punggung di bawah, Jibril lalu meminta tolong mereka mengurus beliau.

Dalam suatu riwayatkan disebutkan, atap rumah Nabi s.a.w dilubangi. Setelah turun, Jibril membedah lehernya sampai ke perut bagian bawah.

“Ambilkan aku satu baskom berisi air zamzam untuk membersihkan hatinya, dan melapangkan dadanya”, kata Jibril kepada temannya si Mika’il.

Setelah mengeluarkan hati Nabi s.a.w Jibril kemudian membasuhnya sebanyak tiga kali. Ia membersihkan semua kotoran yang ada padanya. Setelah ikut membantu Jibril membawakan baskom berisi air zamzam berganti-ganti sebanyak tiga kali, Mika’il lalu membawakan sebuah baskom terbuat dari emas yang berisi penuh dengan hikmah dan iman. Setelah menuangkan sifat santun, ilmu, keyakinan, dan Islam ke dalam dada Nabi s.a.w Jibril kemudian mengatupkannya kembali. Dan setelah Jibril memasang cap kenabian pada sepasang lengan Nabi s.a.w didatangkanlah Buraq lengkap dengan kendali dan tali kekang, seekor binatang berwarna putih yang tingginya lebih daripada keledal dan lebih pendek daripada bighal. Ia meletakkan kukunya di ujung matanya seraya menggoyang-ngoyangkan sepasang telinganya. Ketika melintasi sebuah gunung, Buraq menaikkan sepasang kakinya, dan ketika turun la mengangkat sepasang tangannya. Binatang ini memiliki sepasang sayap pada pahanya yang digunakan mencengkram oleh kakinya. Jibril merasa tidak berkenan terhadap Buraq. Dan seraya meletakkan tangannya pada bibir binatang ini, Jibril berkata: “Apakah kamu tidak merasa malu, wahai Buraq? Demi Allah, sekarang ini kamu akan dikendarai oleh seorang makhluk yang paling dimuliakan oleh Allah.”

Mendengar itu Buraq merasa malu, sehingga sekujur tubuhnya bercucuran keringat. Nabi s.a.w. kemudian menaikinya, dan para nabi sebelum beliau biasa menaiki Buraq. Kata Sa’id bin al-Musayyab dan lainnya, Buraq adalah binatang yang biasa ditunggangi oleh nabi Ibrahim a.s. ketika ia menuju ke Bait-ulHaram atau Ka’bah.

Berangkat Nabi s.a.w. dengan diapit oleh Jibril di sebelah kanan, dan oleh Mika’il di sebelah kiri. Kata Ibnu Sa’ad, yang membantu Nabi s.a.w menaiki Buraq adalah Jibril, dan yang memegang kendalinya adalah Mika’il. Mereka terus bergerak hingga tiba di sebuah tanah yang terdapat banyak pohon kurma.

“Turunlahdan shalatlah di sini”, kata Jibril kepada Nabi.  

Setelah menunaikan shalat, Nabi s.a.w segera menaiki Buraq lagi. “Anda tahu, di mana tadi anda shalat?”, tanya Jibril kepada Nabi s.a.w “Tidak”, jawab beliau.

“Tadi anda shalat di Madyan, di dekat pohon Musa”, kata Jibril menjelaskan. Buraq terus bergerak dengan posisi menukik turun membawa Nabi s.a.w seraya meletakkan kukunya ke dekat mata. “Turunlah, dan shalatlah di sini”, kata Jibril kepada Nabi      Setelah menunaikan shalat, Nabi s.a.w segera menaiki Buraq lagi. “Anda tahu, di mana tadi anda shalat?” tanya Jibril kepada Nabi s.a.w “Tidak’, jawab beliau.

“Tadi anda shalat di bukit Tursina, tempat di mana Allah dahulu pernah berfirman secara langsung kepada Musa”, kata Jibril menjelaskan. Selanjutnya rombongan tiba di sebuah tanah lapang yang memperlihatkan dengan jelas beberapa bangunan istana Syiria.

“Turunlah, dan shalatlah di sini”, kata Jibril kepada Nabi s.a.w Setelah menunaikan shalat, Nabi s.a.w segera menaiki Buraq lagi. Buraq terus bergerak dengan posisi menukik turun membawa Nabi s.a.w “Anda tahu, di mana tadi anda shalat?” tanya Jibril kepada Nabi s.a.w “Tidak”, jawab beliau.

“Tadi anda shalat di Bait Lahem, tempat di mana Isa bin Maryam dilahirkan”, kata Jibril menjelaskan.

Ketika sedang mengendarai Buraq itulah, Nabi s.a.w tiba-tiba melihat seekor ‘Ifrit dari golongan Jinn yang sedang membawa sebatang obor. Dan begitu menoleh ke belakang, beliau bisa melihatnya.

“Aku ingin mengajarkan kepada anda beberapa kalimat yang kalau anda baca, maka obor itu akan padam dan si Ifrit akan lari terbirit-birit”, kata Jibril kepada Nabi     “Baiklah”, kata beliau.

“Bacalah: A’udzu bi wajhillah-il-karimi wa bi kalimitillah-it-tammat-il-lati ia yujawizuhunna birrun wa la fasiqun min syarri ma yunzzalu min-as-sama’i, wa min syarri ma ya’ruju fiha, wa min syarri ma dzara’a fil-ardhi, wa min syarri ma yakhruju minha, wa min fitan-il-laili wan-nahari, wa min thawariq-il-laili wan nahari, illa thariqan yathruglqu bi khairin, ya Rahman. (Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Dermawan dengan menggunakan kalimat-kalimat Allah yang tidak mampu dilewati oleh orang yang baik maupun orang yang jahat dari keburukan sesuatu yang diturunkan dari langit, dari keburukan sesuatu yang naik ke sana, dari keburukan sesuatu yang tertinggal di muka bumi, dari keburukan sesuatu yang keluar daripadanya, dari fitnah-fitnah waktu malam maupun siang, dan dari bencana-bencana malam maupun siang, kecuali bencana yang membawa suatu kebajikan, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah).”

Begitu Nabi s.a.w selesai membacanya, si ‘ifrit lari tungganglanggang sehingga ia jatuh terjerembab, dan obornya pun padam.

Rombongan terus melanjutkan perjalanan sehingga mereka mendapati beberapa orang yang menanam dan sekaligus mengetam pada satu hari yang sama. Setiap kali selesai mengetam, maka tanaman akan kembali lagi untuk siap diketam. Begitu seterusnya.

“Apa itu, wahai Jibril?”, tanya Nabi kepada Jibril.

“Mereka adalah orang-orang yang pernah berjihad pada jalan Allah ta’ala, sehingga balasan untuk satu amal kebajikan mereka dilipat-gandakan menjadi tujuh ratus kali. Dan harta yang pernah mereka sumbangkan diganti oleh Allah”, jawab Jibril.

Mendadak Nabi s.a.w mencium aroma yang sangat harum.

“Aroma apa ini, wahai Jibril?”, tanya Nabi kepada Jibril.

“Ini adalah aroma Masyithah binti Fir’aun dan putra-putranya”, jawab Jibril. “Pada suatu hari ketika sedang menyisiri putri Fir’aun, tiba-tiba sisirnya terjatuh. “Dengan menyebut nama Allah, celakalah Fir’aun”, kata Masyithah dengan spontan.

“Jadi anda punya Tuhan selain ayahku, ya?” tanya si kecil putri Fir’aun. “Ya”, jawab Masyithah berterus terang.

“Kalau begitu, apakah aku boleh memberitahukan hal ini kepada ayahku?”, tanyanya. “Boleh”, jawab Masyithah dengan jujur.

Anak kecil tersebut kemudian memberitahukan hal itu kepada ayahnya. Seketika Masyithah dipanggil Fir’aun.

“Benarkah kamu punya Tuhan selain aku?”, tanya Fir’aun.

“Benar”, jawab Masyithah. “Tuhanku dan Tuhan anda adalah Allah.”

Masyithah punya dua orang anak dan seorang suami. Fir’aun menyuruh untuk mendatangkan mereka. Ia membujuk Masyithah dan suaminya supaya mereka keluar dari agama Islam. Tetapi mereka menolak.

“Bagaimana kalau aku akan membunuh kalian berdua?”, tanya Firaun mengancam.

“Baik, silahkan saja terserah anda. Tetapi tolong nanti kuburkan mayat kami di dalam satu liang lahat”, jawab Masyithah.

“Baik, akan aku penuhi permintaanmu itu”, kata Fir’aun.

Fir’aun kemudian menyuruh untuk membawakan sebuah baskon berukuran sangat besar yang terbuat dari timah. Dan setelah dipanaskan dengan air yang sangat mendidih, ia menyuruh Masyithah dan keluarganya untuk memasukinya. Satu persatu mereka memasuki bejana tersebut. Dan ketika tiba giliran anak bungsunya yang masih menyusu, tiba-tiba ia berkata:

“Wahai bunda, ayo masuklah dan jangan ragu-ragu, karena anda di pihak yang benar.”

Tak pelak Masyithah keluarganya pun akhirnya sama masuk ke dalam bejana dari timah berisi air yang sangat mendidih tersebut.

Kata Ibnu Sa’id, ada empat orang yang sudah bisa berbicara ketika masih berada dalam ayunan: yakni anak Masyithah, saksi nabi Yusuf, anaknya si Juraij, dan Isa putra Maryam.

Selanjutnya Nabi s.a.w mendapati beberapa orang yang tengah memecahkan kepala sendiri. Dan setelah memar sampai hancur, keadaannya kembali lagi seperti semula. Hal itu terus mereka lakukan tanpa bosan-bosan sedikit pun.

“Siapa mereka, wahai Jibril?”, tanya Nabi.

“Mereka adalah orang-orang yang kepalanya terasa berat untuk diajak shalat fardhu”, jawab Jibril,

Kemudian Nabi s.a.w mendapati beberapa orang yang tubuhnya bagian depan maupun bagian belakang sama-sama tambahan. Mereka sedang digembalakan laksana sekawanan unta dan domba. Mereka memakan buah dhari’, buah zaqqum, dan batu-batu dari neraka Jahannam.

“Siapa mereka, wahai Jibril?”, tanya Nabi.

“Mereka adalah orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat hartanya, dan Allah sama sekali tidak berbuat zalim kepada mereka”, jawab Jibril.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker