
Ilmu
Pengertian Ilmu
Sifat wajib Allah yang ke sembilan adalah ilmu, yaitu suatu sifat yang Qadim yang melekat pada dzat Allah bagi maujud dimana dengan sifat tersebut segala yang maklum dapat diketahui-Nya dengan jelas tanpa didahului ketidaktahuan terlebih dahulu.
Keterkaitan (Ta’alluq) Sifat Ilmu
Sifat ilmu ini mempunyai keterkaitan yang erat dengan segala yang wajib, segala yang jaiz dan segala yang mustahil sehingga dengan ilmuNya Dia mampu mengetahui dzat dan sifat-sifat-Nya sendiri, dengan ilmu-Nya pula Dia dapat mengetahui segala sesuatu yang telah ada dan yang belum ada, Dia juga dapat mengetahui segala yang mustahil dalam arti bahwa mengetahui adanya sekutu adalah merupakan sesuatu yang mustahil terjadi pada diri Allah Ta’ala: dan juga mengetahui jika Ia memiliki sekutu maka akan terjadilah kehancuran yang berkepanjangan Maha Suci Allah dari sekutu dan Maha Luhur Dia dengan keluhuran yang tiada tara.
Sifat Ilmu ini hanya memiliki ta’alluq tanjizi Qadim saja. Allah Ta’ala mampu mengetahui secara sempurna semua yang tersebut di atas sejak zaman azali tanpa melalui praduga terlebih dahulu dan juga tanpa keragu raguan, karena praduga dan keragu-raguan adalah merupakan sesuatu yang mustahil bagi Allah Ta’ala.
Maksud dari pendapat ulama “tanpa didahului adanya ketidakjelasan” adalah bahwa Allah Ta’ala sejak zaman azali telah mengetahui segala sesuatu. Bukan tadinya tidak mengetahuinya baru kemudian dapat mengetahuinya. Maha Suci Allah dari semua itu. Sedang pengetahuan semua yang hadits (makhluq) ada batasnya, yakni pada mulanya ia tidak mengetahuinya baru kemudian dia dapat mengetahuinya.
Sifat ilmu ini tidak memiliki ta’alluq shaluhi dalam arti sudah sepantasnya bahwa melalui ilmu-Nya segala sesuatu akan terbuka bagi Allah karena yang demikian itu akan menimbulkan pemikiran bahwa sesuatu itu tidak bisa terungkap dengan suatu perbuatan, sedang tidak dapat terungkapnya sesuatu dengan perbuatan itu adalah merupakan “suatu kebodohan. Maha Suci Allah dari kebodohan itu.
Hayat
Pengertian Hayat
Sifat wajib Allah yang kesepuluh adalah “Hayat” (hidup), yaitu sugtusifat yang membenarkan kepada orang yang memiliki pemahaman sepert ilmu (pengertian), sama (pendengaran) dan bashar (penglihatan). Artinya Allah harus memiliki sifat “Hayat” tersebut.
Dari sifat hayat ini Allah Ta’ala tidak harus memiliki pemahaman melalui perbuatan-Nya Artinya sifat hayat ini sedikit pun tidak memuliki keterkaitan dengan semua yang ada dan yang tidak ada.
- Dalil Tentang Allah Harus Memiliki Sifat Qudrah, Iradah, Ilmu Dan Hayat
Dalil yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala harus memiliki sifat qudrah, adah, ilmu dan hayat adalah adanya semua makhluq ini, karenabila Allah Ta’ala tidak memiliki salah satu dari keempat sifat ini maka seluruh makhluq in tidak akan terwujud. Ketika makhluq ini telah ada maka kita dapat menyimpulkan bahwa Allah Ta’ala memiliki sifat-sifat tersebut.
Bukti ketergantungan terciptanya makhluq ini terhadap keempat sifat tersebut adalah bahwa seseorang yang hendak membuat sesuatu dia tidak mungkin akan memulai menciptakannya manakala terlebih dahulu ja tidak mengetahui tata cara membuatnya. Setelah ia mengetahuinya baru kemudian punya karsa untuk membuatnya, kemudian kemampuannya bergerak untuk membuatnya dan sudah barang tentu yang membuat sesuatu tersebut harus hidup.
Dengan demikian berarti sifat ilmu qudrah dan iradah disebut sifat yang memiliki fungsi ta’tsir (sifat-sifat yang mempengaruhi proses terjadinya sesuatu) karena proses terjadinya sesuatu itu sangat tergantung pada sifat-sifat tersebut, sebab setiap orang yang hendak menciptakan sesuatu, sebelum memulai pekerjaannya tak terlebih dahulu harus mengetahui tatacara membuatnya baru ia mempunyai kemauan untuk membuatnya.
Contohnya jika di dalam rumah saudara ada sebuah benda dan saudara hendak mengambilnya maka sebelum saudara mengambilnya harus tahu dulu bagaimana cara mengambilnya. Setelah tahu baru ada karsa untuk mengambilnya, setelah ada karsa baru saudara bisa mengambilnya.
Bagi setiap makhluq, keterkaitan sifat-sifat ini harus dilakukan secara berurutan. Pertama dia harus memiliki pengetahuan tentang sesuatu yang dituju, lalu ada karsa kemudian baru melakukan. Sedang bagi Allah Ta’ala sifat-sifat tersebut tidak harus berlaku secara berurutan kecuali jika untuk merasionalkan, yakni menurut pemikiran kitamemang ilmu harus ada dahulu, baru iradah dan kemudian qudrah, sementara dalam praktek dan kenyataannya sifat-sifat Allah tersebut tidak harus berurutan sehingga tidak dapat dikatakan bahwa ilmu sangat terkait dengan perbuatan, baru iradah kemudian qudrah, karena yang demikian ini hanya berlaku bagi makhluq saja sedang urutan tersebut bagi Allah Ta’ala hanya sebatas uraian pemikiran kita saja.
One Comment