
Keterkaitan (Ta’alluq) Sifat Iradah
Sifat iradah hanya memiliki dua ta’alluq saja, yakni:
- Ta’alluq shaluhi Qadim, yaitu kepatutan sifat tersebut untuk menentukan segala yang mungkin pada zaman azali. Zaid yang (diciptakan) menjadi orang yang tinggi atau pendek itu bisa jadi tidak seperti apa yang ada pada dirinya sekarang ini tinggal melihat kepada kesesuaian iradah yang ada, yakni mungkin dia menjadi seorang raja (memiliki kedudukan tinggi) atau bisa jadi ia menjadi rakyat jelata (orang rendahan), tinggal melihat bagaimana ta’alluq shaluhinya.
- Ta’alluq tanjizi Qadim, yaitu penentuan Allah Ta’ala terhadap sesuatu dengan menggunakan sifat yang (sesuatu itu) ada padanya, seperti ilmu yang dimiliki si Zaid itu adalah merupakan iradah (kehendak)Nya. Zaid ditentukan menjadi orang yang berilmu misalnya ja adalah Qadim yang lazim disebut ta’alluq tanjizi Qadim, sedang kepatutan iradah untuk menentukan si Zaid memiliki ilmu atau yang lain dengan hanya melihat kepada dzatnya saja tanpa memandang kepada kepatutan penentuan dengan perbuatannya itu dinamakan ta’alluq shaluhi Qadim.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa sifat iradah memiliki ta’alluq tanjizi hadits, yakni misalnya si Zaid di tentukan menjadi orang yang tinggi ketika dia diciptakan.
Bila demikian berarti sifat iradah itu memiliki 3 ta’alluq. Akan tetapi yang jelas yang ketiga ini tidak merupakan bentuk ta’alluq, namun hanya – merupakan sekedar penjelesan dari ta’alluq tanjizi Qadim.
Ta’alluqnya sifat qudrah dan iradah ini mencakup semua yang mungkin termasuk segala yang terlintas dalam hati sanubari seseorangpun juga sangat ditentukan oleh iradah (kehendak) Allah Ta’ala yang juga ditentukan melalui qudrah (kekuasaan)-Nya, sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Syekh Malawi dalam sebagian bukunya.
Ketahuilah bahwa menghubungkan “penentuan” dengan iradah dan “menciptakan serta mewujudkan” dengan qudrah adalah merupakan majaz, sedang sang penentu yang hagigi adalah Allah Ta’ala melalui iradah 9 kehendak-Nya dan pencipta yang hagigi adalah Allah Jalla wa’ala melalui qudrah (kekuasaan)-Nya.
Mengenai ucapan kebanyakan orang yang mengatakan bahwa qudrah dapat membuat orang menjadi begini, bila yang dimaksudkan adalah perbuatan untuk mengubah seseorang itu hakekatnya adalah milik qudrah atau milik qudrah dan dzat Allah maka orang tersebut kafir. “Semoga Allah Ta’ala senantiasa melindungi kita dari kekafiran”. Akan tetapi (yang benar adalah) perbuatan itu adalah milik Allah Azza Wajalla melalui qudrah-Nya.
One Comment