
Soal : Apakah perbedaan antara mukjizat dan sihir?
Jawab : Pada permulaan penglihatan sihir luar biasa, tapi bisa ditandingi. Sebab, ia berjalan atas dasar sebab-sebab. Orang yang mengetahui dan mau menjalankannya akan mampu melakukan hal itu.
Adapun mukjizat, adalah sesuatu yang luar biasa secara hakiki, dan tidak bisa ditandingi. Maka, bagi seorang penyihir tidak akan mampu melakukan sebagaimana para nabi, misalnya menghidupkan orang mati dan tongkat menjadi ular. Oleh karena itu, para ahli sihir Fir’aun beriman kepada Musa ketika tongkat Musa menjadi ular dengan sungguh dan menelan beberapa tongkat dan tali mereka. Sebab mereka tahu, bahwa hal ini ida akan bisa dilakukan melalui sihir,
Sihir datang dari nafsu yang selalu memerintah kejelekan, yang akan menjadi fenomena kerusakan. Sedang mukjizat bersumber dari jiwa yang suci (tidak punya niat jahat), yang akan menjadi fenomena kebaikan dan bimbingan (pada jalan yang lurus).
Soal : Apakah perbedaan antara mukjizat dan keramat?
Jawab : Keramat adalah sesuatu yang luar biasa, yang akan tampak 4 tangan seorang waliyullah Tapi tidak disertai pengakuan menjadi nabi.
Sedang mukjizat, adalah sesuatu yang keluar disertai pengakuan menjadi Nabi. ,
Seorang wali, ialah orang yang arif billahi dan sifat-sifat-Nya, selalu menjalani taat secara kontinu, menghindari kemaksiatan dan kejelekan, tidak mengikuti kelezatan dan syahwat (beberapa hal yang disenangi syahwatnya, yang dilarang oleh agama). Keramat diberikan kepada seorang waliyullah sebagai penghormatan dari Tuhannya, sebagai isyarat diterima dan didekatkan kepada-Nya. Keramat itu laksana mukjizat di tangan Nabi, dimana wali tersebut termasuk umatnya.
Seorang wali tidak akan diangkat menjadi wali, kecuah mengakui kebenaran risalah Rasul dan tunduk pada perintah perintah Allah dengan sungguh. Bila dia menyatakan berdiri sendiri dan tidak ikut kepada Rasul, maka keramat tidak akan dimilikinya, dan dia tidak akan menjadi wali Allah Yang Maha Pemurah, tapi menjadi musuh-Nya dan wali setan (yakni menjadi kekasih setan).
Hal itu sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya kepada Nabi kita, Muhammad saw., tentang hak beberapa kaum yang mengaku, bahwa mereka adalah senang kepada Allah. “Katakanlah (hai, Muhammad): ‘Bila kamu sekalian cinta kepada Allah, maka ikutilah aku, kalian akan dicintai Allah dan dosa kalian akan diampuni. ‘Dan Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. Katakanlah: ‘Taatlah kepada Allah dan Rasul, Maka, bila kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir.” (Q.S. Aali Imran: 31-32)
Soal : Sifat apakah yang wajib bagi para nabi as ?
Jawab : Mereka diwajibkan mempunyai empat sifat: Berkata benar. tepercaya, menyampaikan ajaran Allah dan cerdik.
Maksud berkata benar di sini, adalah kabar yang mereka sampaikan itu sesuai dengan kenyataan. Jadi, sama sekali mereka tidak akan berkata bohong.
Maksud tepercaya bagi mereka, adalah keadaan lahir dan batin mereka terpelihara dari melakukan apa yang tidak meridakan Allah, yang telah memilih mereka di antara seluruh makhluk
Maksud tabligh, adalah mereka menjelaskan kepada manusia apa yang diperintahkan oleh Allah untuk menjelaskan dengan cara terbaik Jadi, sedikitpun mereka tidak akan menyimpan (sekalipun kelihatannya membahayakan kepada dirinya).
Maksud cerdik, adalah mereka yang paling cerdik dan tanggap (pada sesuatu)
Soal : Apakah sifat mustahil bagi para nabi? .
Jawab : Bagi para nabi a.s. mustahil mempunyai empat sifat: Bohong, durhaka, menyimpan ajaran Allah atau pelupa.
Begitu juga mustahil bagi mereka, setiap sifat yang menurut pandangan manusia termasuk ab, sekalipun tidak dosa, seperti pekerjaan yang terhina, nasab yang jelek atau tidak sesuai dengan hikmah diutusnya, seperti tuli dan bisu.
Soal : Bila sifat durhaka mustahil bagi para nabi a.s., maka bagaimanakah Adam memakan buah pohon yang dilarang?
Jawab : Sesungguhnya Adam memakan buah pohon yang dilarang, karena lupa. Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh Kami telah memerintah kepada Adam dahulu, lalu dia lupa dan tidak Kami dapatkan kemauan yang sungguh.” (Q.S. Thaha: 115).
Orang yang lupa tidak durhaka dan tidak akan disiksa. Adapun Adam dinyatakan durhaka dalam firman Allah: “Adam durhaka kepada Tuhannya, lalu dia sesat. Lantas dipilih dan Allah menerima tobatnya dan memberinya petunjuk.” (Q.S. Thaha: 121-122).
Hal itu karena kelihatannya Adam menyalahi perintah Allah karena lupa yang timbul kurang perhatian. Kedurhakaan yang dikarenakan lupa ini tidak dianggap durhaka, tapi dianggap maksiat bagi Adam, karena tingkatannya yang mulia dan agung.
Kesalahan kecil akan dianggap besar bagi orang besar. Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil tindakan kepada Adam, lalu diturunkan ke dunia ini dan pengakuan Adam atas dosa itu, dia selalu membaca istigfar agar derajat bertambah tinggi dan pahalanya akan bertambah banyak.
Apa yang telah dialami oleh para nabi daripada dosa dan maksiat, hendaknya dikiaskan terhadap dosa Adam dan ditafsiri seperti itu. Sesungguhnya ia adalah dianggap dosa, karena derajat mereka yang tinggi dan dianggap maksiat, dikarenakan ketaatan mereka yang sempurna.
Jadi, bukan seperti dosa orang-orang selain mereka, sebab dosa dan maksiat itu mereka alami adakalanya karena menakwil (suatu perintah atau larangan Allah), atau karena lupa dan tiada unsur kesengajaan.
Mereka mengakui dosa dan banyak membaca istighfar, karena mereka banyak makrifat kepada Tuhannya, sangat wara’ dan takwa, dan agar mereka bertambah mendapat pahala, pcn. kedekatan kepada Allah dan derajat yang tinggi, yang mereka pegang.
One Comment