Soal : Beritahukan kepadaku tentang sifat-sifat yang mustahil, yang mana Allah tidak mempunyai sifat tersebut pada Dzat-Nya?
Jawab : Sifat mustahil bagi Allah Ta’ala -sifat yang tidak mungkin Allah mempunyai sifat tersebut adalah: Tiada, baru, binasa, menyamai dengan makhluk, butuh pada selain-Nya Maha Suci Allah, adanya sekutu, lemah, sesuatu terjadi tanpa kehendak-Nya, bodoh dan lain-lain. Allah tidak mungkin mempunyai sifat-sifat tersebut, sebab itu adalah sifat yang mengurangi (derajat ketuhanan-Nya) sedang Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mungkin mempunyai sifat, kecuali sifat kesempurnaan.
Soal: Beritahukan kepadaku tentang beberapa hal yang boleh dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (atau ditinggalkanNya)?
Jawab : Ialah Dia menjalankan hal-hal yang mungkin atau meninggalkannya, seperti menjadikan manusia kaya atau fakir, sehat atau sakit dan lain-lain.
Soal: Apakah yang dimaksud dengan istiwa’ dalam firman Allah: Allah Yang Maha Pemurah bersemayam di Arasy?
Jawab : Maksud kalimat tersebut, adalah bersemayam yang layak dengan keagungan Allah Yang Maha Belas Kasih, Maha Agung dan Maha Tinggi. Jadi, bersemayam tersebut sudah jelas, tapi caranya tidak diketahui (kita tidak mengerti). Kebersemayaman Allah di atas arasy, tidak sebagaimana bertempatnya manusia di atas kapal. punggung binatang atau ranjang. Barangsiapa yang mempunyai gambaran seperti itu, maka termasuk orang yang terpengaruh dengan prasangka (tanpa dasar ilmu). Karena dia telah menyerupakan sang Pencipta dengan makhluk-Nya.
Padahal, menurut akal yang sehat dan dalil nagli (dalil dari Alqur-an dan hadis) telah dinyatakan, bahwa Allah tidak menyerupai dengan sesuatu.
Dzat Allah tidak menyerupai dengan sesuatu dari makhluk-Nya, begitu juga apa yang disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga tidak sama dengan apa yang disandarkan kepada makhluk.
Soal : Apakah dua tangan, beberapa mata atau sesamanya disandarkan kepada Allah Yang Maha Suci?
Jawab : Sungguh telah ada dalam Kitab Suci yang mulia kata “tangan” disandarkan kepada Allah dalam firman-Nya: “Tangan Allah di atas tangan mereka (lawan kaum muslimin).” Begitu juga kalimat: Dua tangan (disandarkan kepada-Nya) dalam firman Allah Yang Maha Suci: “Wahai, iblis! Apa yang mencegahmu untuk bersujud terhadap apa (Adam) yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku?”
Begitu juga kata “Mata” dalam firman-Nya: “Dan bersabarlah (hai, Muhammad) dalam menunggu ketetapan-Ku, sesungguhnya engkau dibawa pengawasan beberapa mata-Ku.” (Kalimat tersebut disandarkan kepada Allah diperkenankan), tapi tidak diperkenankan menyandarkan (sesuatu) kepada-Nya, kecuali yang telah disandarkan oleh Allah untuk diri-Nya dalam Kitab Suci yang diturunkan atau disandarkan oleh Nabi-Nya yang diutus.
Soal : Apakah yang dimaksud dengan perkataan “Tangan” di sini?
Jawab : Maksud “tangan” di sini, adalah tangan yang layak dengan keagungan dan kemahasucian Allah. Begitu juga “beberapa mata”. Sesungguhnya setiap yang disandarkan kepada Allah Yang Maha Suci, tidak sama dengan yang disandarkan pada salah satu makhluk-Nya.
Barangsiapa yang punya kepercayaan, bahwa Allah mempunyai tangan atau mata sebagaimana tangan atau mata salah satu makhluk-nya, maka dia salah paham (terpengaruh dengan salah dugaannya tanpa dasar ilmu), karena dia menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal tiada sesuatu yang menyerupai Allah.
Soal: Kalimat istiwa’ dua tangan dan beberapa mata (diartikan secara harfiah saja) menurut pendapat siapakah?
Jawab : Pendapat tersebut adalah pendapat kebanyakan ulama salaf (misalnya Imam Malik, Syafi’i, Ishak bin Rahaweh, Ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa’ad dan Imam Ahmad).
Kebanyakan ulama khalaf (ulama mutaakhirin) menafsin istiwa’ dengan menguasai, tangan dengan nikmat dan kekuasaan, mata dengan penjagaan dan pemeliharaan.
Penafsiran sedemikian ini didasarkan perkiraan kebanyakan mereka, bahwa kalimat-kalimat tersebut bila tidak ditakwil atau diartikan secara harfiah saja, akan memberikan dugaan penyerupaan Allah dengan makhluk.
Sungguh dua golongan tersebut telah sepakat, bahwa orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, adalah sesat. Ulama yang lain memberikan jawaban: Bisa membuat penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya ini, bila akal dan dalil nagli tidak menunjukkan bahwa Allah Maha Suci, Jadi, orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya itu dari perkiraannya sendiri (yang perlu diluruskan).
Soal : Bagaimanakah cara kita menentukan sesuatu, lalu kita katakan: Tentang caranya, tidak diketahui?
Jawab : Hal tersebut tidak aneh Sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa diri kita mempunyai banyak sifat, misalnya ilmu (mengetahui), kuasa dan berkehendak.
Namun kita tidak mengetahui. bagaimanakah sifat tersebut bersemayam pada diri kita. Bahkan kita mendengar dan melihat tapi kita tidak mengetahui bagaimanakah kita mendapatkan pendengaran dan penglihatan itu.
Kita berbicara, tapi kita tidak mengerti bagaimana pembicaraan tersebut keluar dari kita. Bila hal itu telah kita ketahui. maka sungguh banyak hal yang kita tidak mengetahuinya.
Hal sedemikian ini amat banyak (kita tidak bisa menghitungnya) Bila yang sedemikian ini terbatas pada apa yang disandarkan kepada kita, maka bagaimanakah keadaannya untuk menilai sesuatu yang disandarkan kepada Allah Yang Maha Suci?
Soal: Manakah di antara dua pendapat tersebut yang lebih rajih?
Jawab : Pendapat ulama salaf yang lebih rajih, sebab ia lebih selama (terhadap akidah kita) dan lebih kukuh (berdasarkan dalil, memang begitulah pemahaman para sahabat Nabi saw.).
Adapun pendapat khalaf, diperkenankan digunakan dalam keadaan darurat (bila dalam keadaan biasa tidak diperkenankan) Contohnya Bila dikhawatirkan sebagian manusia akan terjerumus ke jurang penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, bila kalimat-kalimat tersebut tidak ditakwil, maka kalimat tersebut boleh ditakwil menurut bahasa yang masyhur.








One Comment