Fiqh

Terjemahan Kitab Fathul Muin

Sunah-sunah Wudu

Sunah bagi orang yang wudu: meskipun.menggunakan air hasil ghasab, –atas tinjauhan beberapa wajah pendapat–:

1.  Membaca Basmalah pada permulaan wudu, karena mengikuti ‘ Nabi saw.

Paling tidak, yang dibaca: Bismillah.

Sedang sempurnanya! Bismillahir rahmanir rahim.

Membaca Basmalah menurut pendapat Imam Ahmad r.a., adalah wajib.

Sebelum membaca Basmalah, sunah membaca Ta’awudz: dan sesudahnya sunah membaca dua kalimat syahadat serta Alhamdu lillahil ladzii ja’alal maa-a thahuran. (Segala puji milik Allah yang telah menjadikan air sebagai pencuci).

Bagi yang lupa membaca Basmalah di permulaan wudunya, sunah di tengah wudunya membaca: Bismillahi awwalahu wa akhirahu (Dengan menyebut nama Allah dari awal sampai akhir). Tidak sunah membacanya setelah selesai wudu.

Kesunahan dan tata cara membaca Basmalah di atas, juga berlaku dalam amal- amal kebaikan, misalnya makan, minum, mengarang dan memakai celak mata.

Apa yang dipindah dari Imam Syafi’i dan beberapa sahabat Syafi’i, bahwa Basmalah adalah permulaan wudu. Seperti itu juga kemantapan Imam An-Nawawi dalam kitab Majmu’ serta imam lainnya. Karena itu, orang yang wudu hendaknya membaca Basmalah bersamaan ketika mencuci kedua tangannya, sementara itu hatinya niat wudu.

Segolongan ulama terdahulu berkata: Sebenarnya,  awal kesunahan-kesunahan wudu, adalah bersiwak, sesudah itu membaca Basmalah (dari kedua pendapat tersebut, lalu dikumpulkan, bahwa permulaan kesunahan gauliyah dalam berwudu, adalah membaca Basmalah: dan kesunahan fi’liyah, adalah bersiwak -pen).

Cabang:

Sunah membaca Basmalah ketika mulai membaca Algur-an, walaupun dari tengah- tengah surah –di luar atau dalam salat–: disunahkan pula waktu akan mandi dan menyembelih binatang.

2.  Membasuh dua tepak tangan sampa: pergelangan secara bersama, yang diawali dengan membaca Basmalah, sementara hati niat wudu, meskipun berwudu dari tempat semacam kendi atau telah . meyakinkan atas kesucian kedua tangannya, karena hal ini berdasarkan ittiba’.

3.  Bersiwak; dengan melebar pas da gigi dalam dan luar serta memanjang pada lidah.

Berdasarkan sebuah hadis sahih:  “Jika aku  tidak takut memberatkan  “umatku, niscaya aku memerintahkannya bersiwak setiap wudu.” Perintah yang dimaksudkan oleh beliau, adalah “wajib”,

Bersiwak itu bisa dihasilkan kesunahannya dengan sesuatu yang kasar, meskipun berupa sobekan kain (gombal) atau kayu asynan (benalu).

Yang utama adalah menggunakan kayu ‘ud (kayu garu).

Sedangkan yang lebih utama lagi adalah kayu ‘ud yang masih basah dan berbau wangi. Dari kayu tersebut yang lebih utama adalah kayu arak.

Tidak disunahkan bersiwak dengan menggunakan jarijemari, meskipun berwujud kasar. Sementara itu, Imam An-Nawawi memilih kebalikan pendapat tersebut.

Bersiwak itu hukumnya sunah muakad, –walaupun bagi orang yang tidak bergigi- setiap berwudu, akan salat, baik salat fardu atau sunah, meskipun tiap dua rakaat salam atau sudah bersiwak waktu berwudu, dan sekalipun antara salat dan wudunya tidak terpisah sesuatu. (Hukum sunah muakad bersiwak untuk setiap akan salat ini), sekiranya tidak dikhawatirkan kenajisan mulutnya.

Hal itu berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam AlHumaidi dengan sanad yang jayid: “Salat dua rakaat yang dikerjakan dengan bersiwak, adalah lebih utama daripada tujuh puluh rakaat tanpa bersiwak lebih dahulu.”

Jika lupa bersiwak di permulaan salat, maka ia sunah melakukan di tengah- tengahnya dengan perbuatan yang sedikit, sebagaimana memakai serban.

Bersiwak juga sunah muakad di waktu akan membaca Alqur-an atau Alhadis, ilmu agama, dan ketika mulut berbau busuk atau berubah warnanya akibat semacam tidur atau makanan yang berbau tidak menyenangkan: atau gigi Serwarna kuning, sesudah bangun tidur atau akan tidur, di kala hendak masuk mesjid atau rumah, sesudah waktu sahur dan akan dicabut nyawanya.

Semua.isu sebagaimana ditunjukkan dalam hadis Bukhari Muslim. Dikatakan, bahwa bersiwak (dalam keadaan sakratuk Maut) dapat mempercepat keluar roh dari jasad.

Dari keterangan hadis tersebut dapat disimpulkan: Bersiwak hukumnya sunah muakad bagi, orang sakit.

Dalam bersiwak, harus niat mengerjakan kesunahan, –supaya dapat pahala–: hendaknya juga menelan ludah bekas bersiwak yang pertama, namun tidak perlu menyesap alat siwak.

Sunah mencukil sisa-sisa makanan yang berada di sela-sela gigi, baik dilakukan sebelum bersiwak ataupun sesudahnya. Bersiwak hukumnya lebih utama daripada mencukil, (tapi) pendapat ini berlawanan dengan pendapat ulama lainnya.

Memakai alat siwak orang lain itu hukumnya tidak makruh, asal telah mendapat izin atau sudah diketahui akan kerelaannya. Jika tidak demikian, maka hukumnya adalah

haram, sebagaimana mengambil alat siwak tik orang lain. Demikian itu jika memang tidak berlaku kebiasaan melarang memakai siwak orang lain.

Orang yang berpuasa hukumnya makruh bersiwak sesudah matahari tergelincir ke arah barat, selagi mulutnya tidak berubah baunya akibat tidur misalnya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker