Fiqh

Terjemah Kitab Al Umm Jilid 3

Kitab Ar-Rahn Al-Kabir – Kebolehan Gadai

(Ar-Rabi’ mengabarkan kepada kami): Dia berkata, Asy-Syafi’i mengabarkan kepada kami, dia berkata: Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:

”Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-Baqarah: 282).

Dan Dia ‘Azza wa Jalla berfirman:

”Jika kamu dalam perjalanan dan tidak menemukan penulis, maka hendaklah ada barang gadai yang dipegang…” (QS. Al-Baqarah: 283).

(Imam Syafi’i berkata): “Jelas dalam ayat ini perintah untuk menulis (akad) baik dalam keadaan mukim maupun safar. Allah Tabaraka Ismuhu menyebutkan gadai jika mereka dalam perjalanan dan tidak menemukan penulis. Dapat dipahami—dan Allah lebih mengetahui—bahwa mereka diperintahkan untuk menulis dan menggadaikan sebagai kehati-hatian bagi pemilik hak agar memiliki jaminan dan pengingat, bukan sebagai kewajiban mutlak untuk menulis atau mengambil gadai. Karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

’Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya…’ (QS. Al-Baqarah: 283).

Maka dapat dipahami bahwa jaminan dalam hak (utang) saat safar atau kesulitan tidaklah terlarang—dan Allah lebih mengetahui—baik dalam keadaan mukim maupun tidak. Tidak masalah menggadaikan untuk utang yang jatuh tempo atau yang tertunda, baik dalam keadaan mukim maupun safar. Pendapatku ini tidak kuketahui adanya perselisihan.”

Telah diriwayatkan:

”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada Abu Syahm, seorang Yahudi.”

Ada yang mengatakan itu untuk utang, sedangkan utang itu harus segera dibayar.

(Imam Syafi’i berkata):

Asy-Syafi’i) berkata: “Telah mengabarkan kepada kami Ad-Darawardi dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya – ‘alaihimas salam – beliau berkata, ‘Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi bernama Abu Asy-Syahm.’” (Asy-Syafi’i) berkata: “Dan Al-A’masy meriwayatkan dari Ibrahim dari Al-Aswad dari ‘Aisyah, ‘Bahwa Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam – wafat sedangkan baju besinya masih dalam keadaan tergadai.’”

(Asy-Syafi’i) berkata: “Maka Allah – Jalla Tsanā’uhu – mengizinkan gadai dalam utang, dan utang adalah hak yang mengikat. Maka setiap hak yang dimiliki atau mengikat dengan cara apa pun, boleh dilakukan gadai atasnya. Namun, tidak boleh melakukan gadai atas sesuatu yang tidak mengikat.”

“Seandainya seseorang menuntut hak kepada orang lain, lalu dia mengingkarinya, kemudian mereka berdamai dan orang itu menggadaikan sesuatu sebagai jaminan, maka gadai tersebut batal. Sebab, perdamaian atas pengingkaran tidak mengikat. Jika seseorang berkata, ‘Aku menggadaikan rumahku kepadamu untuk sesuatu yang akan engkau utangkan atau juallah kepadaku,’ lalu orang itu memberikan utang atau menjualnya, maka itu bukanlah gadai. Sebab, gadai telah terjadi, sementara pihak penerima gadai belum memiliki hak. Allah – ‘Azza wa Jalla – mengizinkan gadai hanya dalam hal di mana penerima gadai memiliki hak, sebagai petunjuk bahwa gadai tidak sah kecuali setelah hak mengikat atau bersamanya. Adapun sebelumnya, jika belum ada hak, maka tidak ada gadai.”

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker