Fiqh

Terjemahan Kitab Fathul Muin

PASAL I : SYARAT-SYARAT SALAT

Syarat adalah sesuatu yang menjadikan sah salat, tapi bukan . merupakan bagiannya. Pembahasan syarat lebih sesuai didahulukan daripada rukun. Sebab syarat itu wajib

didahulukan (dipenuhi) sebelum mengerjakan salat dan tetap terpenuhi di dalamnya. Syarat-syarat sah salat ada lima.

SYARAT SALAT PERTAMA : Thaharah

Syarat Salat Pertama: Thaharah yaitu suci dari hadas dan janabah.

Thaharah menurut arti bahasa: Suci dan lepas dari kotoran.

Sedangkan menurut syarak: Menghilangkan penghalang yang berupa hadas atau najis.

Thaharah Pertama: Wudu

Bersuci dari hadas yang pertama adalah wudu.

Wudu –dibata dhammah wawunya–: Menggunakan air pada anggota badan tertentu, yang dimulai dengan niat. Sedangkan wadu —dibaca fat-hah wawunya–: Air yang dipergunakan untuk berwudu.

Permulaan diwajibkan wudu, adalah bersamaan dengan diwajibkan salat, yaitu pada malam Isra.

Syarat-syarat Wudu

Syarat-syarat wudu ada lima, sebagaimana syarat mandi.

Pertama: Air mutlak. Karena itu, selain air mutlak tidak dapat untuk menghilangkan hadas dan menyucikan najis, serta tidak dapat digunakan untuk thaharahthaharah yang lain, walaupun thaharah sunah.

Air mutlak, adalah: Air yang penamaannya tanpa tambahan, : walaupun hasil sulingan dari asap air yang mendidih dan suci, dilarutkan suatu campuran di dalam, suatu air:

ataupun ada tambahan nama pada air, tapi tambahan tersebut untuk menerangkan

tempatnya, misalnya” “air laut”.

Lain halnya dengan air yang tidak disebut kecuzli selalu ada tambahan, misalnya “air

mawar”.

Yang tdak air bekas thaharah, baik untuk menghilangkan hadas kecil atau besar, walau Uhaharah seorang bermazhab Hanafi, yang dak berniat, thaharah anak kecil yang belum tamyiz untuk mengerjakan Tawaf, atau air tersebut dipergunakan mencuci najis, walaupun najis ma’fu.

Yang jumlah air musta’mal itu sedikit, kurang dari dua kulah.

Jika air musta’mal itu dikumpulkan hingga mencapai jumlah dua kulah, maka menjadi air Muthahhir (suci-menyucikan), sebagaimana air mutanajis terkumpul hingga mencapai dua kulah dalam keadaan tidak berubah, walaupun setelah diambil lagi menjadi jumlah sedikit (kurang).

Karena itu, dapatlah diketahui, bahwa kemusta’malan air itu : hanya pada air yang sedikit, setelah terpisah dari tempat kegunaannya –walaupun hanya secara hukum–, seperti air: basuhan yang melewati pundak atau lutut orang yang wudu, walaupun kembali ke tempat semula, atau air yang berpindah dari tangan satu ke tangan lainnya.

Memang benar! Tidak menjadi masalah bagi penanggung hadas kecil atas perpindahan air dari telapak tangan ke hasta: begitu juga orang junub, kepindahan air dari Repala ke anggota badan lain yang banyak terkena tetesan air dari kepala, misalnya dada.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker