
[Bagian Salam dalam Kapas]
(Imam Syafi’i) -rahimahullah- berkata: Tidak baik melakukan salam dalam kapas dengan bijinya, karena biji hanya kulit yang dibuang saat kapas diproses. Tidak boleh sampai disebutkan: “Kapas dari negara tertentu,” harus disebutkan baik atau jelek, putih murni atau kecoklatan, dengan berat dan waktu yang jelas. Jika satu saja ditinggalkan, salam tidak boleh. Sebab kapas dari berbagai negara berbeda dalam kehalusan, kekasaran, panjang serat, dan warnanya.
Tidak ada kebaikan dalam jual beli salam (pesanan) pada kapas di tanah tertentu seseorang seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, tetapi boleh dilakukan salam dengan sifat yang aman di tangan orang. Jika ada perbedaan antara kapas lama dan baru, disebutkan apakah kapas tahun lalu atau baru, atau kapas satu atau dua tahun. Jika kapas masih basah, disebutkan sebagai kering, tidak boleh selain itu. Jika dilakukan salam dengan kapas yang sudah dibersihkan dari bijinya, itu lebih baik menurutku. Aku juga tidak melihat masalah jika dilakukan salam dengan bijinya, karena biji kapas seperti biji kurma.
[Bab Salam dalam Sutera dan Linen]
(Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata): Jika sutera bisa dijelaskan dengan menyebutkan asal negaranya, warna, kejernihan, kebersihan, bebas dari cacat, dan beratnya, maka tidak masalah melakukan salam. Tidak ada kebaikan jika satu pun dari hal ini diabaikan. Jika tidak bisa dipastikan, salam tidak boleh dilakukan. Begitu juga dengan linen. Tidak baik melakukan salam dengan mengambil barang tertentu yang ada di tempat penjual, karena barang tertentu bisa rusak atau berubah. Salam dalam hal ini dan semisalnya tidak diperbolehkan kecuali dengan sifat yang jelas. Jika panjang sutera atau linen berbeda-beda, maka harus disebutkan panjangnya. Jika tidak berbeda, cukup dengan timbangan, dan itu sudah mencukupi insya Allah. Jika salam dilakukan dengan takaran, tidak boleh ditukar dengan timbangan karena perbedaan antara takaran dan timbangan. Begitu pula jika salam dilakukan dengan timbangan, tidak boleh ditukar dengan takaran.
[Bab Salam dalam Batu dan Penggilingan serta Batu Lainnya]
(Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata): Tidak masalah melakukan salam dalam batu bangunan, meskipun batu berbeda-beda dalam warna, jenis, dan ukuran. Namun, salam tidak boleh dilakukan sampai disebutkan warnanya, seperti hijau, putih, kuning, atau merah, dengan nama yang dikenal dan dikaitkan dengan kekerasannya, serta dipastikan tidak ada retakan atau “kala” (batu bulat keras yang mudah pecah saat dipukul dan tidak cocok untuk bangunan kecuali sebagai lapisan luar). Ukuran batu harus dijelaskan, seperti berapa batu yang bisa dibawa unta (dua, tiga, empat, atau enam) dengan berat yang diketahui, karena beban bisa berbeda. Jika dua batu dibawa unta tetapi tidak seimbang, harus ditambahkan batu kecil. Salam dalam hal ini tidak boleh kecuali dengan timbangan atau dibeli secara langsung sebagai jual beli barang yang dilihat (jual beli juzaf).
Demikian juga, tidak boleh melakukan salam dalam “naql” (batu kecil) kecuali dengan menjelaskan ukuran kecilnya, isian, atau bagian dalamnya yang dikenal oleh ahlinya. Harus ditimbang karena tidak bisa ditakar. Tidak boleh kecuali disebutkan keras, dan jika disebutkan keras, tidak boleh yang lunak, rapuh, atau mudah pecah.
Tidak masalah membeli marmer dengan menjelaskan setiap lembarnya berdasarkan panjang, lebar, ketebalan, kejernihan, dan kualitasnya. Jika marmer memiliki serat yang berbeda-beda, harus dijelaskan seratnya. Jika tidak ada, cukup dengan penjelasan sebelumnya. Jika setelah sampai ternyata berbeda, harus ditunjukkan kepada ahli. Jika mereka mengatakan barang tersebut sesuai dengan nama…
Kualitas dan kemurnian serta ukuran panjang, lebar, dan ketebalan yang telah disyaratkan menjadi kewajiban. Jika salah satu dari ini kurang, maka tidak wajib dipenuhi. Dikatakan: Tidak masalah melakukan salaf (pesanan) untuk batu pualam dengan ukuran dan berat seperti yang dijelaskan sebelumnya untuk batu-batuan, serta kemurniannya. Jika terdapat jenis dan warna yang berbeda, maka harus dijelaskan jenis dan warnanya. Dikatakan juga: Tidak masalah membeli wadah dari pualam dengan deskripsi panjang, lebar, kedalaman, ketebalan, dan cara pembuatannya jika terdapat perbedaan dalam pembuatannya. Deskripsikan cara pembuatannya. Jika ditambah dengan berat, itu lebih baik. Namun, jika berat tidak disebutkan, tidak merusak akad insya Allah Ta’ala. Jika ada batu-batuan dari tempat berbeda yang kualitasnya berbeda, seperti batu dari satu daerah lebih baik dari daerah lain, maka tidak boleh kecuali disebutkan asal batu dan dijelaskan sifatnya. Begitu pula jika batu dari satu daerah memiliki jenis yang berbeda, maka harus dijelaskan jenis batu tersebut.
[Pasal Salaf pada Kapur dan Gips]
(Imam Syafi’i) -rahimahullah- berkata: Tidak masalah melakukan salaf pada kapur, gips, dan bahan bangunan. Jika perbedaannya sangat mencolok, maka tidak boleh melakukan salaf kecuali disebutkan kapur dari daerah tertentu atau gips dari daerah tertentu, disyaratkan kualitas baik atau buruk, warna putih, kecoklatan, atau warna lain jika memang berbeda warnanya. Harus disyaratkan takaran, berat, dan waktu yang jelas. Tidak baik melakukan salaf dalam bentuk muatan atau takaran kasar karena bisa berbeda. (Imam Syafi’i) berkata: Tidak masalah membelinya dalam bentuk muatan, takaran, atau secara borongan jika barang dan kedua pihak yang bertransaksi hadir. Begitu pula dengan tanah liat, tidak masalah melakukan salaf dengan takaran yang jelas. Tidak baik dalam bentuk muatan, takaran kasar, atau borongan. Tidak boleh kecuali dengan takaran dan sifat, baik atau buruk, serta tanah liat dari daerah tertentu. Jika warnanya berbeda di daerah itu dan ada yang lebih unggul, jelaskan warnanya: hijau, abu-abu, atau hitam. Jika disebutkan kualitas baik, maka harus terbebas dari segala cacat. Jika terdapat kandungan garam, kerikil, batu, atau pasir kasar, itu tidak boleh karena bertentangan dengan kualitas baik. Begitu pula jika kapur atau gips yang dipesan, harus sesuai deskripsi. Jika kapur atau gips sudah terkena hujan, pembeli tidak wajib menerima karena itu cacat. Jika sudah lama disimpan sehingga rusak, pembeli juga tidak wajib menerima karena itu cacat. Hujan tidak merusak tanah liat jika setelah kering kembali seperti semula.
[Pasal Salaf dalam Jumlah]
(Ar-Rabi’ meriwayatkan): Imam Syafi’i -rahimahullah- berkata: Tidak boleh melakukan salaf dalam bentuk jumlah kecuali untuk hewan yang bisa dipastikan umur, sifat, dan jenisnya, pakaian yang bisa dipastikan jenis, hiasan, dan ukurannya, kayu yang bisa dipastikan jenis, sifat, dan ukurannya, serta hal serupa. Tidak boleh salaf untuk semangka, mentimun, timun, delima, quince, persik, pisang, kenari, atau telur apa pun jenisnya, baik ayam, merpati, atau lainnya. Begitu pula barang lain yang diperjualbelikan dalam jumlah selain yang dikecualikan, karena perbedaan jumlah. Tidak ada yang bisa dipastikan dari sifat atau jual beli dalam jumlah yang tidak diketahui, kecuali jika bisa ditakar atau ditimbang sehingga bisa dipastikan dengan takaran dan timbangan.