Fiqh

Terjemah Kitab Al Umm Jilid 3

[Bab Salam dalam Kulit dan Kulit Mentah]

(Imam Syafi’i) -rahimahullah- berkata: Tidak boleh melakukan salam pada kulit unta, sapi, kulit domba mentah, kulit, atau kulit yang tipis maupun lainnya. Kulit hanya boleh dijual dengan dilihat langsung. Hal ini karena kita tidak boleh mengkiaskannya dengan pakaian. Seandainya kita mengkiaskannya dengan pakaian, maka tidak halal kecuali dengan ukuran dan sifatnya, sementara ukuran tidak mungkin ditetapkan pada kulit karena perbedaan bentuknya yang tidak bisa diukur dengan pasti. Seandainya kita mengkiaskannya dengan hewan yang diperbolehkan salam dengan sifat tertentu, itu juga tidak sah, karena salam pada unta diperbolehkan dengan menyebut sifatnya seperti unta milik Bani Fulan, berusia dua atau empat tahun, sehingga usia pada hewan ibarat ukuran pada pakaian. Penyebutan usia (seperti ruba’i atau bazal) menunjukkan ukuran yang semakin besar sampai batas maksimal, dan ini sudah dikenal dan pasti seperti halnya ukuran. Ini tidak mungkin diterapkan pada kulit, karena tidak bisa dikatakan “kulit sapi berusia dua atau empat tahun” atau “kulit domba seperti itu”, juga tidak bisa dibedakan dengan mengatakan “sapi hasil ternak daerah tertentu”, karena hasil ternak berbeda-beda ukurannya. Karena kulit tidak bisa dipastikan seperti hewan yang masih hidup yang bisa diketahui ukurannya berdasarkan daerah asalnya, maka kulit berbeda dengan hewan dalam hal ini. Selain itu, pada hewan, ada yang usianya lebih muda dari yang seumuran, dan yang lebih muda justru lebih baik menurut pedagang karena lebih kuat dan tahan beban saat hidup. Sehingga seseorang bisa membeli unta seharga dua puluh unta atau lebih yang lebih besar darinya karena kelebihan dalam perdagangan dan daya tahan, dan ini bisa dipastikan sifat dan jenisnya. Namun, ini tidak berlaku pada kulit. Kulit tidak memiliki kehidupan, kelebihannya hanya pada ketebalan, keluasannya, kekerasannya, atau bagian tertentu darinya. Karena tidak ada dalil yang bisa diikuti atau qiyas yang sah terhadap sesuatu yang diperbolehkan salam, maka tidak boleh memperbolehkan salam pada kulit. Wallahu a’lam. Kami berpendapat, karena batasannya tidak bisa ditentukan, kami menolak salam pada kulit dan tidak memperbolehkannya secara tempo (utang), sebab jual beli tempo hanya sah jika barangnya diketahui, sementara kulit tidak bisa diketahui sifatnya dengan pasti.

[Bab Salam dalam Kertas]

(Imam Syafi’i) -rahimahullah- berkata: Jika kertas dikenal dengan sifat tertentu seperti kain yang dikenal dengan sifat, ukuran, panjang, lebar, kualitas, kehalusan, ketebalan, dan keseragaman pembuatannya, maka boleh dilakukan salam dengan sifat-sifat tersebut. Tidak sah sampai semua sifat ini terkumpul. Jika kertas berbeda-beda antara satu desa atau daerah, tidak boleh sampai disebut “buatan desa tertentu”, “kawasan tertentu”, atau “daerah tertentu”. Jika ada yang terlewat dari ini, maka salam tidak sah. Ketentuannya sama seperti barang lain yang diperbolehkan salam. Jika…

Berikut adalah terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Tidak dapat dikendalikan dengan ini, maka tidak ada kebaikan dalam salaf di dalamnya, dan aku tidak menganggapnya dengan ini kecuali terkendali atau pengendaliannya lebih tepat dari pengendalian pakaian atau sejenisnya.

[Bab Salaf dalam Kayu dengan Ukuran]

(Imam Syafi’i) -rahimahullah- berkata: “Barangsiapa yang melakukan salaf dalam kayu jati, lalu ia mengatakan ‘kayu jati yang baik, panjang kayunya sekian, tebalnya sekian, dan warnanya sekian’, maka ini diperbolehkan. Jika ia meninggalkan sesuatu dari ini, maka tidak diperbolehkan. Kami hanya membolehkan ini karena keseragaman tumbuhnya dan bahwa kedua ujungnya tidak mendekati tengahnya, atau seluruh bagian antara kedua ujungnya dari tumbuhnya. Jika kedua ujungnya berbeda dan saling mendekati, dan jika ia mensyaratkan ketebalan tertentu, lalu kayu itu datang dengan salah satu ujung sesuai ketebalan dan ujung lainnya lebih tebal, maka kelebihan itu adalah sukarela, dan pembeli wajib menerimanya. Jika kayu itu datang dengan kekurangan panjang, atau salah satu ujungnya kurang tebal, maka pembeli tidak wajib menerimanya karena ini adalah pengurangan dari haknya.”

Dia berkata: “Segala sesuatu yang tumbuhnya seragam sehingga bagian antara kedua ujungnya tidak lebih tipis dari ujungnya, atau salah satunya dari yang baik, atau kepalanya persegi sehingga memungkinkan untuk diukur, atau bulat sempurna sehingga memungkinkan untuk diukur, dan disyaratkan padanya seperti yang aku jelaskan dalam kayu jati, maka salaf di dalamnya diperbolehkan dengan menyebut jenisnya. Jika ada jenis yang berbeda sehingga sebagian lebih baik dari yang lain, seperti kayu dom, maka kayunya bisa lebih baik dari kayu sejenisnya karena keindahannya, sehingga tidak bisa tidak harus menyebut jenisnya, sebagaimana tidak bisa tidak harus menyebut jenis pakaian. Jika ia tidak menyebut jenisnya, maka salaf di dalamnya batal. Untuk yang tidak berbeda, kami membolehkan salaf dengan sifat dan ukuran seperti yang aku jelaskan.”

Dia berkata: “Apa pun yang salah satu atau kedua ujungnya lebih besar dari yang lain, dan bagian antara ujungnya atau di antaranya berkurang, maka salaf di dalamnya tidak diperbolehkan karena saat itu lebarnya tidak terdefinisi, sebagaimana tidak boleh melakukan salaf dalam pakaian yang panjangnya terdefinisi tetapi lebarnya tidak.”

Dia berkata: “Berdasarkan ini, salaf dalam kayu yang dijual dengan ukuran semuanya dan qiyasnya tidak diperbolehkan sampai setiap kayunya terdefinisi dan terbatas seperti yang aku jelaskan. Demikian juga kayu meja, harus dijelaskan panjang, lebar, jenis, dan warnanya.”

Dia berkata: “Tidak masalah melakukan islam (salam) dalam kayu dengan kayu, dan tidak ada riba dalam selain takaran dan timbangan dari makanan dan minuman semuanya, emas, perak, dan selain ini. Tidak masalah ada kelebihan dalam sebagian dari yang lain, tangan ke tangan atau tempo, baik salam maupun bukan salam, selama diketahui.”

[Bab Salam dalam Kayu dengan Timbangan]

(Ar-Rabi’) berkata: (Imam Syafi’i) berkata: “Kayu yang kecil tidak boleh dilakukan salaf dengan jumlah atau ikatan, dan tidak diperbolehkan sampai disebutkan jenisnya, seperti ‘kayu samak hitam’ atau ‘kayu eboni’ dengan menjelaskan warnanya dan ketebalan dari jenis itu atau bahwa sebagiannya tipis. Jika kamu membeli secara keseluruhan, katakanlah ‘yang tipis, sedang, atau tebal dengan berat sekian’. Jika kamu membelinya yang berbeda, katakanlah ‘sekian pon tebal, sekian pon sedang, dan sekian pon tipis’. Tidak diperbolehkan selain ini. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari ini, maka salafnya batal. Aku lebih suka jika kamu mengatakan ‘yang baik’. Jika kamu tidak mengatakannya, maka tidak ada akad bagimu karena akad mencegah kebaikan, dan itu adalah cacat yang mengurangi nilainya. Segala sesuatu yang memiliki cacat yang mengurangi nilai untuk tujuan yang diinginkan, maka pembeli tidak wajib menerimanya. Demikian juga segala sesuatu yang dibeli untuk perdagangan seperti yang aku jelaskan, tidak diperbolehkan kecuali dengan ukuran yang diketahui atau timbangan yang diketahui seperti yang aku jelaskan.”

Dia berkata: “Jika kamu membeli kayu bakar untuk dibakar, jelaskan kayu samar, salm, hamdh, arak, qardh, atau ar’ar, dengan menjelaskan ketebalan, sedang, dan tipis, serta ditimbang. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari ini, maka tidak diperbolehkan. Tidak boleh melakukan salaf dengan jumlah, ikatan, atau tanpa penjelasan.”

Berikut terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

[Bagian Salam dalam Kayu Busur]

Kayu yang sudah ditimbang (diketahui ukurannya) boleh dilakukan salam, sedangkan kayu yang tidak ditimbang atau tidak dijelaskan kekasaran, kehalusan, dan jenisnya, jika ada satu saja yang ditinggalkan, maka salam menjadi batal. (Imam Syafi’i) berkata: Adapun kayu busur, tidak boleh dilakukan salam kecuali dengan syarat yang jarang ditemukan. Jika syarat itu ada, maka boleh. Yaitu dengan menyebutkan: “Kayu syuhathah, batang dari tumbuhan tanah tertentu, dataran atau pegunungan, halus atau sedang, panjang sekian, lebar sekian, dan lebar ujungnya sekian,” serta harus lurus tumbuhnya dan seragam ketebalan antara kedua ujungnya. Setiap kayu yang memenuhi syarat ini boleh dilakukan salam, dan yang tidak memenuhi tidak boleh. Sebab kayu dari berbagai tanah berbeda-beda, antara dataran dan pegunungan berbeda, yang sedang dan halus juga berbeda. Semua jenis kayu busur seperti syariyan, nab’, atau lainnya yang memenuhi syarat ini boleh dilakukan salam. Boleh juga disebut “khutha” atau “falaqah,” di mana falaqah lebih tua dari khutha, sedangkan khutha adalah yang masih muda. Tidak baik melakukan salam dalam anak panah, baik dari syuhath, qana, atau lainnya, karena sifatnya tidak bisa dipastikan dan hanya dibedakan berdasarkan ketebalan, yang sulit diukur secara tepat. Tidak bisa dianggap sah dengan ketebalan minimal seperti pada kain.

[Bagian Salam dalam Wol]

(Imam Syafi’i) -rahimahullah- berkata: Tidak boleh melakukan salam dalam wol sampai disebutkan: “Wol domba dari negara tertentu,” karena wol domba berbeda-beda tergantung negara. Warna wol harus disebutkan karena perbedaan warna wol. Harus disebutkan baik, murni, atau sudah dicuci untuk menghindari kotoran yang menambah berat. Panjang wol harus disebutkan (panjang atau pendek) karena perbedaan panjangnya, dan harus dengan berat yang diketahui. Jika satu saja dari ini ditinggalkan, salam menjadi batal. Jika wol yang diberikan memenuhi minimal ukuran panjang, kualitas, warna putih, dan kemurnian, serta berasal dari domba negara yang disebutkan, maka pembeli wajib menerima. Jika wol betina dan domba jantan berbeda dan bisa dikenali setelah dicukur, maka harus disebutkan wol jantan atau betina. Jika tidak berbeda dan tidak bisa dibedakan setelah dicukur, cukup dengan menyebut panjang dan sifat lainnya, maka salam boleh dilakukan. Tidak boleh melakukan salam dalam wol domba tertentu karena domba bisa mati atau terkena musibah. Salam hanya boleh dilakukan pada sesuatu yang jelas sifatnya, dijamin ada, dan tidak meleset. Tidak boleh dalam wol domba tertentu karena bisa meleset atau tidak sesuai sifat, meski waktunya hanya sebentar, sebab musibah bisa datang saat itu. Demikian juga semua salam yang dijamin, tidak baik dilakukan pada sesuatu yang spesifik karena bisa meleset. Tidak baik juga melakukan salam dalam wol tanpa sifat dan hanya diperlihatkan wol lalu dikatakan: “Aku akan menerimanya darimu dengan putih, murni, dan panjang seperti ini,” karena wol bisa rusak dan sifatnya tidak diketahui, sehingga salam menjadi tidak jelas. Jika salam dilakukan pada bulu unta atau bulu kambing, tidak boleh kecuali dengan syarat seperti wol, dan yang batal sama seperti dalam wol.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52Laman berikutnya
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker