
Terjemahan.ahmadalfajri.com | Terjemah Kitab Al Umm Jilid 3

- Kitab Al-Buyu’ (Kitab Jual Beli)
- BAB JUAL BELI KHIYAR
- [Bab Perbedaan Pendapat tentang Hal yang Mewajibkan Jual Beli]
- Bab tentang Pengelompokan Takaran dan Timbangan Saling Terkait
- Bab tentang Pengelompokan Jenis Makanan dan Minuman dengan yang Sejenis
- Bab tentang Kurma dengan Kurma
- Bab Makna yang Serupa dengan Kurma
- Bab yang Menyerupai Kurma dan yang Berbeda
- [Bab Makanan dari Dua Jenis yang Dicampur]
- [Bab Kurma Basah dengan Kurma Kering]
- [Bab Makanan dari Dua Jenis yang Dicampur]
- [Bab tentang Jual Beli Daging]
- [Bab tentang Barang yang Selalu Basah]
- [Bab Tentang Pertukaran (Sharaf)]
- [Bab Jual Beli Barang]
- [Bab Jual Beli Barang Ghaib dengan Tempo]
- Salaf untuk Kepala dan Kaki
- Dua Jenis Jual Beli
- [Bab Jual Beli Tebu dan Padi Muda]
- Bab Hak Pilih dalam Salam (Pesanan)
- Bab Kewajiban Pemberi Pinjaman (Musallif) Terhadap Peminjam (Musallaf) dari Syaratnya
- Kitab Ar-Rahn Al-Kabir – Kebolehan Gadai
- [Apa yang Dianggap sebagai Penerimaan dalam Gadai dan Apa yang Tidak, serta Apa yang Boleh Digadaikan]
- Penambahan Gadai
- [BAB TENTANG PENAHANAN ORANG YANG PAILIT]
- [Baligh al-Rusyd (Kecakapan Hukum)]
- [Bab Pengampuan terhadap Orang yang Telah Baligh]
- Bab Perbedaan Pendapat tentang Pembatasan (Hajr)
- [BAB PENANGGUNGAN]
- [Pengakuan Orang yang Tidak Sadar]
- [Pengakuan atas Kandungan]
- [Ghasab (Perampasan)]
Kitab Al-Buyu’ (Kitab Jual Beli)
Telah mengabarkan kepada kami Ar-Rabi’, dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Asy-Syafi’i—rahimahullah—dia berkata: Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil, kecuali melalui perdagangan yang terjadi atas dasar kerelaan di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 29). Dan Allah Ta’ala berfirman, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275).
(Asy-Syafi’i berkata): Allah menyebutkan jual beli di beberapa tempat dalam Kitab-Nya dengan indikasi kebolehannya. Maka, penghalalan jual beli oleh Allah ‘Azza wa Jalla mencakup dua makna:
Pertama: Bahwa Dia menghalalkan segala bentuk jual beli yang dilakukan oleh kedua pihak yang berakad, yang memiliki wewenang atas apa yang mereka perjualbelikan, dengan dasar kerelaan di antara mereka. Ini adalah makna yang paling jelas.
Kedua: Bahwa Allah ‘Azza wa Jalla menghalalkan jual beli selama tidak dilarang oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—yang menjelaskan maksud Allah ‘Azza wa Jalla. Maka, ini termasuk ketentuan yang telah Allah tetapkan dalam Kitab-Nya dan dijelaskan tata caranya melalui lisan Nabi-Nya. Atau termasuk keumuman yang dimaksudkan untuk kekhususan, sehingga Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—menjelaskan apa yang dimaksud dengan penghalalan dan pengharamannya. Atau termasuk dalam kedua hal tersebut, atau keumuman yang dibolehkan kecuali yang diharamkan melalui lisan Nabi-Nya—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan yang semakna dengannya. Sebagaimana wudhu diwajibkan bagi setiap orang yang berwudhu, tidak samar baginya untuk memenuhi kesempurnaan bersuci.
Apapun makna yang dimaksud, Allah Ta’ala telah mewajibkan hamba-Nya untuk taat kepada Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dalam hal jual beli yang dilakukan atas dasar kerelaan. Kami berargumen bahwa yang dimaksud Allah ‘Azza wa Jalla dengan penghalalan jual beli adalah yang tidak diharamkan melalui lisan Nabi-Nya—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bukan yang diharamkan melalui penjelasannya.
(Asy-Syafi’i berkata): Pada dasarnya, semua bentuk jual beli adalah boleh selama dilakukan atas kerelaan kedua belah pihak yang berakad dan memiliki wewenang atas apa yang mereka perjualbelikan, kecuali yang dilarang oleh Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—dan yang semakna dengan larangan beliau. Yang dilarang dengan izin-Nya termasuk dalam makna yang terlarang, sedangkan yang berbeda dengannya kami bolehkan berdasarkan penjelasan tentang kebolehan jual beli dalam Kitab Allah Ta’ala.
(Asy-Syafi’i berkata): Kesimpulan dari semua jual beli yang diperbolehkan, baik yang tunai maupun yang tidak, serta yang termasuk dalam makna jual beli, adalah bahwa akad tidak mengikat penjual dan pembeli sampai keduanya sepakat untuk bertransaksi dengan kerelaan, tanpa melibatkan hal yang dilarang atau atas sesuatu yang dilarang. Keduanya harus berpisah setelah akad di tempat transaksi dengan kerelaan. Jika syarat ini terpenuhi, akad mengikat keduanya, dan tidak boleh dibatalkan kecuali dengan hak khiyar, cacat yang ditemukan, syarat yang disepakati, atau hak khiyar melihat (meski Asy-Syafi’i berpendapat khiyar ru’yah tidak diperbolehkan).
(Asy-Syafi’i berkata): Pada dasarnya, jual beli terbagi menjadi dua, tidak ada yang ketiga:
Jual beli dengan sifat yang dijamin oleh penjual. Jika barang sesuai dengan sifatnya, pembeli memiliki hak khiyar.
Jual beli barang tertentu yang dijamin oleh penjual dalam bentuk fisiknya. Jika barang tersebut rusak, penjual hanya bertanggung jawab atas barang yang dijualnya.
Tidak ada jual beli yang diperbolehkan selain dua bentuk ini, dan keduanya dibedakan dalam